REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sekretaris Haji dan Umrah Kemenag, Abdul Ghafur Djawahir, menyatakan berbagai upaya dilakukan pemerintah guna menekan biaya haji tak terkecuali menggunakan dana bagi hasil Rp 1,1 triliun. Menurut Abdul Ghafur, pemerintah terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan penurunan biaya dalam rapat bersama DPR mendatang.
Menurut dia, biaya haji yang masih mungkin bisa ditekan adalah biaya non material seperti biaya jasa angkut barang. Selain itu, jelas Abdul Ghafur, sulit mencari celah menurunkan biaya haji. Namun, dia menegaskan harapan kemungkinan biaya turun masih menunggu kepastian biaya penerbangan dan kurs rupiah terhadap Dolar. “Semua tergantung rapat nanti,” katanya.
Menurut Jazuli Juwaini, anggota komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh tim Panja DPR, kenaikan harga tersebut bisa dipahami karena terkait dengan jarak dan kwalitas pemondokan.
Jazuli menjelaskan, berdasarkan pengamatan Tim Panja yang mengunjungi lokasi pemondokan di Mekkah beberapa waktu lalu, dari 17 bangunan yang disurvei, secara umum bangunan pemondokan yang telah dibooking pemerintah masih layak pakai.
Selain itu, jarak yang dijanjikan maksimal 4 km sudah sesuai. “Kenaikan harga pemondokan harus disertai dengan kwalitas yang bagus,” katanya.
Jazuli menambahkan, guna menyikapi harga pasar dan perubahan kebijakan pemerintah Saudi, Tim Panja DPR mengusulkan ke Panitia Penyelenggara Haji di Arab Saudi membuat perjanjian dengan pemilik gedung. Kontrak perjanjian tersebut memuat klausul sanksi tegas dan pembayaran dengan terkait pembatalan sepihak. “Pemerintah harus punya daya tawar,” ujarnya.
Menurut Zainun Ahmadi, Anggota Komisi VII DPR RI dari FPDIP, sampai saat ini DPR belum mempunyai angka final terkait desakan penurunan biaya haji. Masing-masing fraksi mempunyai usulan yang berbeda-beda.Menurut dia, Fraksi PDIP mengusulkan terutama penurunan biaya penerbangan sebesar 200 dolar AS. “Semangat yang kita usung biaya haji tahun ini turun,” ujarnya.