REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Di era tahun 1970-an sampai 1980-an, komoditas karet Indonesia pernah menguasai pasar dunia sebelum dikalahkan Thailand. Lemahnya koordinasi dan komunikasi lintas sektor pihak-pihak pemangku kewenangan karet diyakini sebagai salah satu penyebab produktivitas karet tak pernah mengalahkan Thailand selama 10 tahun terakhir.
Guna mengoptimalkan koordinasi dan komunikasi tersebut, pemerintah bersama para pelaku usaha karet nasional membentuk Dewan Karet Indonesia. ''Sudah terbentuk pada tanggal 2 Juni lalu yang dideklarasikan oleh delapan organisasi,'' ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Achmad Manggabarani, kepada Republika, di Jakarta, Senin (21/6).
Kedelapan organisasi yang dimaksudkan Manggabarani adalah Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), Industry Rubber Glove Manufacturing Association (IRGMA), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Gabungan Industri Alat-alat Mobil & Motor (GIAMM), Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo), Pusat Penelitian Karet Indonesia, serta Kamar Dagang dan Industri.
Dalam forum pembentukan Dewan Karet tersebut juga dibahas mengenai keinginan agar industri pengolahan karet (crumb rubber) masuk dalam daftar negatif investasi (DNI). Dengan kata lain, Dewan Karet meminta pemerintah agar menutup pintu bagi pemain baru dalam industri crumb rubber.
Direktur Eksekutif Gapkindo, Suharto Honggokusumo, mengatakan, permintaan memasukkan karet dalam DNI karena defisitnya bahan baku karet. Selain itu, kenaikan harga karet yang menembus harga 3 dolar AS per kilogram membuat investor asing berlomba-lomba melakukan investasi di Indonesia. Investor yang siap masuk ke dalam industri crumb rubber Indonesia antara lain berasal dari Cina, India, Jepang, Korea, dan Thailand.
Suharto menjelaskan, kapasitas pabrik pengolahan karet di dalam negeri tahun lalu mencapai 3,8 juta ton dan masih sama pada tahun ini. Namun, karet yang tersedia pada tahun lalu hanya sekitar 2,4 juta ton, sedangkan tahun ini diperkirakan naik tipis menjadi 2,5 juta ton. ''Kapasitas terpasang pabrik crumb rubber lebih dari satu juta ton atau melebihi tersedianya bokar. Karena izin investasi di bidang pabrik karet tidak terkendali, sehingga utilisasi kapasitas hanya sekitar 60 persen,'' jelasnya.