REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rencana penawaran saham terbatas (right issue) PT Bank BNI tetap berjalan sesuai dengan jadwal, meskipun sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah melakukan moratorium privatisasi tehadap BUMN.
"Right issue BNI jalan terus di samping rencana right issue Bank Mandiri dan IPO Garuda. Moratorium jangan menghentikan rencana right issue BNI," kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar, usai membuka dialog bertajuk 'Sharing The Chinese Experience in Making State Enterprises Profitable,' di Jakarta, Kamis (2/12).
Menurut Mustafa, dirinya memahami aspirasi anggota DPR yang mengusulkan moratorium, namun tentunya harus dicarikan jalan keluar yang baik agar tidak merugikan BUMN secara keseluruhan. "Seharusnya masalah ini bisa ditangani tanpa menunda dan mengganggu jadwal privatisasi. Untuk itu memang perlu dikomunikasikan lagi," kata Mustafa.
Sebelumnya sejumlah anggota Komisi VI DPR-RI mendesak pemerintah melakukan penundaan sementara kebijakan privatisasi baik yang dilakukan melalui pola right issue maupun IPO. Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Sukur Nababan mengatakan, moratorium harus dijalankan, untuk menghindari berlanjutnya praktik penjualan aset negara.
"Moratorium dilakukan hingga kasus IPO PT Krakatau Steel Tbk diselesaikan. Kami akan mempelopori usulan moratorium ini," tegas Sukur.
Menurut Mustafa, proses privatisasi BUMN harus tetap dijalankan namun dilakukan dengan unsur kehati-hatian, komunikasi yang baik terhadap publik, konsultasi dengan DPR. "Tentu IPO Krakatau Steel akan menjadi pelajaran yang baik terhadap pemegang saham dalam merealisasikan rencana right issue dan IPO di masa datang," ujar Mustafa.
Menurut jadwal, right issue BNI akan dilaksanakan pada pekan kedua November 2010. Right issu dengan nilai nominal Rp375 per saham akan ditawarkan pada harga Rp3.100 per lembar. Dana yang diperoleh dari hasil right issue 3,3 miliar lembar saham itu akan diperoleh sekitar Rp 10 triliun.