Senin 20 Dec 2010 00:07 WIB

Inflasi Desember Diperkirakan Capai 6 Persen

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perkiraan inflasi pada Desember 2010 mencapai 6 persen (YoY), bahkan lebih. Sebab, hingga awal Desember, inflasi sudah mencapai 5,98 persen tinggal, maka plus minus episentrumnya di Desember akan mencapai sekitar 0,5 persen.

Sebelumnya, BPS mencatat inflasi bulan November mencapai 0,60 persen. Dengan demikian inflasi tahun kalender selama Januari hingga November sebesar 5,98 persen, sedangkan inflasi (yoy) dibandingkan tahun lalu mencapai 6,33 persen.

"Bisa di bawah itu sedikit atau di atas itu sedikit," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan, Jumat (17/12).

Ia sendiri berharap agar inflasi kedepannya tidak akan mencapai diatas 6,5 persen. Kenaikan ini, diakuinya terjadi di luar ekspektasi. Pemicu utamanya, kata dia, merupakan kenaikan harga beras dan beberapa bahan makanan seperti cabai.

"Sekarang ini, baru dua minggu pertama Desember dibandingkan novembr rata-rata beras itu sudah 5 persen naiknya. Terus cabai sekarang sudah 40 persen lebih, dan itu hampir signifikanlah pembentukan inflasi kita di Desember, tegasnya.

Karenanya, BPS berharap agar pemerintah mampu menurunkan harga beras untuk mengendalikan inflasi yang semakin meningkat. Selain itu, ia juga berharap agar impor untuk cadangan beras pemerintah pun bisa segera masuk. Jika hal itu dapat terjadi, maka seharusnya secara psikologis harga bisa dikendalikan.

"Tapi memang siklus bulan bulan Desember, Januari, Februari memang siklus tinggi untuk harga beras," kata dia.

Namun demikian, diakuinya, persoalan di 2010 ini itu harga beras sudah terlanjur tinggi setelah panen raya dan harganya tidak pernah turun. Fakta ini berbeda dengan tahun lalu saat harga masih bisa turun, baru kemudian naik kembali.

Oleh sebab itulah, ia menyatakan bahwa inflasi yang mencapai 6 persen ini di luar ekspektasi, apalagi ditambah kenyataan di musim panen raya harga beras berada pada level tinggi. Walaupun demikian, menurut Rusman, sebenarnya kejadian ini masih tergolong baik selama daya beli masih ada.

"Jangan kita melihat inflasi sebagai sesuatu yang menakutkan juga ya. Selama daya beli masyarakat non petani, konsumen masih ada," kata dia.

Sebab, tambahnya, tidak ada berita buruk mengenai masyarakat yang tidak mampu membeli beras, karena raskin juga dianggapnya berjalan dengan efektif. Selain itu, selama daya beli masih ada, harga beras yang tinggi sebenarnya juga memiliki manfaat bagi petani.

Namun, d-apat dikatakan sebagai kerugian apabila konsumen membayar lebih mahal dan petani juga tidak mendapatkan manfaat apapun, sementara pihak ketiga, yakni para pedagang, meraup seluruh keuntungan yang seharusnya dinikmati semua pihak. Hal ini juga ditanggapi Menteri Keuangan, Agus Martowardodjo.

"Aku juga agak prihatin dengan harga beras, kita mau pelajari betul betul mengapa kok ada kecenderungan harga beras naik," katanya.

Namun, menurut dia, hingga kini yang dilihatnya adalah kenaikan ini terjadi faktor dunia. Sebab, di dunia, pangan dan komoditi memang meningkat, tetapi di Indonesia panen beras tetap bagus. Belum lagi ditambah cadangan dari beras impor yang telah cukup dipersiapkan pemerintah.

Dengan adanya panen yang bagus serta cadangan beras impor, diakui Agus, seharusnya tidak terjadi kenaikan harga seperti yang kini terjadi. "Ini akan kita pelajari lagi supaya bisa turun," tutupnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement