REPUBLIKA.CO.ID,Apapun hasil yang didapat timnas Indonesia di Piala AFF 2010, masyarakat Indonesia layak berterima kasih kepada Alfred Riedl. Pelatih asal Austria ini mengajarkan satu kepada bangsa Indonesia, olahraga tidak boleh diganggu kepentingan lain.
Riedl memilih tidak popular dengan menolak media yang dianggap sudah mengganggu konsentrasi para pemainnya. Para wartawan yang ingin mewawancarai pemain atau tim pelatih, harus melakukannya di waktu dan tempat yang tepat. “Tugas saya mengantarkan tim ini berprestasi, bukan menyenangkan media,” kata Riedl.
Media lagi-lagi menjadi sasaran ‘kemarahan’ Riedl. Kali ini tidak secara langsung. Ia menyampaikan keluhannya kepada manajer tim, Andi Darussalam Tabusalla. Rupanya dia tidak suka ada sejumlah media yang ikut bersama pesawat tim, Jumat (25/12) lalu.
“Begitu turun dari pesawat, Riedl menjabat tangan saya dan berkata ‘Andi, mengapa kamu biarkan media ada di dalam? Mereka mengusik istirahat pemain saya’. Dia tidak suka dan saya memakluminya,” kata Andi kepada Republika di Hotel Palace of Golden Horses, Selangor, Ahad (26/12).
Bukan hanya media yang kena. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Alfian Mallarangeng juga hanya bisa gigit jari. Ceritanya, Andi yang tiba di Kuala Lumpur Sabtu (25/12) siang, ingin bertemu dengan seluruh pemain timnas untuk makam malam bersama di penginapan timnas di Palace of the Golden Horses.
Permintaan itu disampaikan melalui staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia.
“Mereka menemui saya. Sudah saya katakan tidak bisa, tapi staf tersebut bersikeras. Saya pertemukan saja dengan Riedl,” kata Andi.
Apa reaksi Riedl? Keningnya berkerut. Wajahnya memerah. Dengan nada tinggi dan wajah dingin ia berkata bahwa para pemainnya harus beristirahat. “Apa yang Anda harapkan? Para pemain harus berkonsentrasi. Saya tidak ingin konsentrasi mereka terganggu. Mereka harus bertanding besok (kemarin),” kata Riedl kepada kedua staf tersebut.
Alasan arsitek asal Austria ini memang sangat masuk akal. Sebab, Firman Utina dan kawan-kawan datang ke Malaysia untuk bertanding. Bukan untuk mengikuti jamuan makam malam bersama pejabat tinggi negara.
“Biasanya sehari sebelum laga Riedl tidak akan memberi izin. Saya tidak mau dipersalahan jika saya sendiri yang melarang. Saya hanya bisa mengakomoodir tapi keputusan final tetap di tangan Riedl karena dia yang paling tahu kondisi pemainnya,” ucap Andi.
Andi sendiri pernah kena semprot Riedl, tatkala mengizinkan orang di luar anggota tim hadir pada rapat pertemuan timnas. Keduanya ‘berdamai’. Andi mengalah karena merasakan efek positif sikap otoriter Riedl.
Etalase bernama timnas
Bayangkan saja apa yang terjadi jika Indonesia tidak dilatih sosok keras seperti Riedl. Boleh jadi timnas akan direcoki hal-hal lain di luar kepentingan prestasi sepak bola kita yang sudah sekian lama suram.
Tim Garuda saat ini bak etalase mewah yang menjadi pusat perhatian banyak pihak. Semua berebut ingin dipajang di dalamnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyempatkan hadir ke Stadion Utama Gelora Bung Karno di tengah kesibukannya.
Berikutnya ada Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie. Ia mengundang rombongan timnas makan bersama di kediamannya, Senin (20/12, satu hari sesudah timnas memastikan tempat ke final untuk bertemu Malaysia.
Menteri Tenaga Kerja dan Transimigrasi (Menakertrans), Muhaimain Iskandar, mengambil momentum final leg pertama di Stadion Nasional Bukit Jalil, Ahad (27/12). Ia mendistribusikan kaos timnas berwarna bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang hendak menonton ke stadion lewat KBRI. Di bagian dada kanan kaos tersebut tertulis departemen yang dipimpinnya.
Partai Demokrat tidak ketinggalan. Dipimpin oleh Ketua DPP, Anas Urbaningrum, sejumlah pengurus datang ke Bukit Jalil. Dari atas bus sebelum masuk ke stadion, Anas melambai-lambaikan tangan kepada sebagian suporter Indonesia. Ia kemudian menjadi pusat perhatian karena beberapa suporter Indonesia berebut berfoto dengannya.
Di dalam stadion terpampang dua buah poster Presiden SBY berlatar hijau dengan bendera merah putih serta lambang Garuda di tribun yang ditempati suporter timnas Indonesia. Ada pula poster Aburizal, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, serta Ketua Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa. Mirip suasana jelang pemilihan umum 2009 silam.
Bayangkan saja jika Riedl mengakomodir berbagai macam permintaan seluruh pihak tersebut. Bisa jadi, Cristian Gonzales dan kawan-kawan tak kan sanggup berlari selama 90 menit. Tim Merah Putih boleh jadi sudah terhenti di semifinal dan tak memiliki peluang menjunjung tinggi Piala AFF pada final kedua 29 Desember mendatang.
Sebab para pemain dihancurkan puja puji di luar lapangan yang melenakan dan melupakan alasan utama tim ini dibentuk: meraih prestasi. Jadi untuk hal-hal positif yang diajarkan Riedl kepada bangsa ini lewat timnas Merah Putih, kita boleh berkata,”Terima kasih, Riedl!”