Senin 14 Mar 2011 11:16 WIB

Libya Negosiasikan Pertukaran Tahanan Belanda dengan Pesawat Tempurnya

Mirage Libya
Foto: AP
Mirage Libya

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Diam-diam rezim Moammar Qaddafi berusaha "mendapatkan" kembali polit Angkatan Udaranya yang membelot ke Malta. Caranya, mereka memainkan kartu pertukaran tahanan dengan personel militer belanda yang ditahan saat berusaha mengevakuasi warganya dari negara itu.

Pejabat Malta yang membantu merundingkan pembebasan para tahanan Belanda bersama dengan diplomat Yunani pada hari Kamis, mengatakan mereka menolak permintaan Libya. selain menolak mengirim pulang pilotnya, mereka juga menolak untuk mengembalikan pesawat tempur Mirage milik Libya, yang digunakan sang pilot ke Malta.

Dalam sebuah wawancara telepon dengan CNN, juru bicara Kementerian Luar Negeri Malta menyatakan Libya mengirim Mohamad Tahir Siala, seorang diplomat seniornya. Ia terbang dengan jet pribadinya ke Malta pada hari Rabu untuk bertemu dengan Lawrence Gonzi, perdana menteri Maltese.

"Selama diskusi itu dibahas apakah Malta akan memberikan kembali dua pesawat Mirage yang membelot dalam pertukaran untuk para tahanan Belanda," kata juru bicara kementerian, Melvyn Mangion.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Times of Malta minggu ini, Gonzi mengatakan ia menolak hal ini dan bersikeras bahwa para tahanan Belanda harus segera dibebaskan tanpa syarat apapun.

Tiga personel Angkatan Laut Belanda ditangkap oleh aparat keamanan Libya pada tanggal 27 Februari setelah mereka mencoba untuk mengevakuasi warga Belanda dari Libya dengan helikopter.

Para tahanan, dua laki-laki dan seorang wanita, kemudian ditampilkan di televisi pemerintah Libya bersama dengan helikopter Lynx mereka. Televisi pemerintah Libya juga menunjukkan senjata yang diamankan bersama mereka, dan menyatakan bahwa pengoperasian sebuah helikopter tempur di wilayah Libya adalah melanggar hukum internasional.

Setelah beberapa putaran perundingan minggu ini, "akhirnya pihak berwenang Libya menerima untuk membebaskan para tawanan Belanda tanpa mendapatkan tuntutan mereka," kata Mangion.

Pesawat tempur Libya bersama pilotnya mendarat di Malta pada tanggal 21 Februari. Pilot mengatakan mereka menolak untuk melaksanakan perintah Moammar Qaddafi untuk membom para demonstran. Pejabat Malta mengatakan dua pilot itu kemudian meminta suaka politik.

Kementerian Luar Negeri Belanda mengumumkan tiga tahanan Belanda telah dibebaskan dan kini mereka berada dalam kondisi baik setelah diterbangkan dari Tripoli ke Athena, Yunani.

Malta, sebuah negara pulau kecil kurang dari 250 mil di lepas pantai Libya, telah lama memiliki hubungan ekonomi dan politik dengan rezim Gaddafi. Beberapa pengamat menyebut Malta sebagai "pintu gerbang ke Libya." Tapi konflik di Libya telah menempatkan negara kecil ini dalam posisi semakin sulit.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement