REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Ecky Awal Mucharam berpendapat, ancaman bangkrut PT Bahana Securities sebagai dampak kisruh initial public offering (IPO) Garuda menunjukkan manajemen BUMN masih belum sepenuhnya bebas dari intervensi. "Keputusan bisnis harusnya diambil melalui perhitungan bisnis. Kalau tidak akibatnya seperti sekarang, harga IPO terlalu mahal dan penjamin emisi juga tidak berani menolak," kata Ecky di Gedung DPR Jakarta, Jumat (18/3).
Menurut dia, berbagai keputusan bisnis seperti penentuan harga IPO dan keputusan menjamin IPO diduga tidak sepenuhnya didasari oleh perhitungan bisnis. IPO Garuda menyebabkan 3 penjamin emisi, yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas dan PT Bahana Securities kesulitan modal, karena ketiga penjamin emisi tersebut terpaksa menyerap saham Garuda masing-masing sebesar Rp 750 miliar.
Apalagi dalam perdagangan di lantai bursa, harga saham Garuda terus merosot dari Rp 750 pada saat IPO dan sempat menyentuh Rp 510 atau turun lebih dari 30 persen. "Ada dua kerugian yang dialami oleh penjamin emisi dalam hal ini, yaitu biaya untuk menyerap saham Garuda dan penurunan harga saham Garuda," kata politisi PKS itu.
PT Bank Mandiri Tbk sendiri telah mengucurkan dana kepada PT Mandiri Sekuritas sebesar Rp 750 miliar, PT Danareksa mengucurkan dana kepada PT Danareksa Sekuritas sebesar Rp 750 miliar dan kepada PT Bahana Securities sebesar Rp 200 miliar. Sementara sisa kebutuhan dana PT Bahana Securities sebesar Rp 550 miliar didapatkan dari pasar uang.
Di sisi lain, berbeda dengan PT Mandiri Sekuritas dan PT Danareksa Sekuritas yang didukung oleh induknya, induk PT Bahana Securities yaitu PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) tidak memberikan bantuan. Akibatnya PT Bahana Securities sekarang terancam kekurangan modal.
Harus ditekankan bahwa penyelamatan Bahana oleh BUMN lain masuk secara hitungan bisnis, jangan sampai mengulang kesalahan yang sama. "Misalnya Jamsostek atau BNI yang akan akusisi, maka Bahana harus bisa bersinergi dalam rencana bisnis mereka dan harus berdasarkan B to B (business to business)," demikian Ecky.