Ahad 20 Mar 2011 23:49 WIB

Libya Desak Sidang Darurat DK PBB

Rep: hiru/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,TRIPOLI--Pemerintah Libya dikabarkan mendesak dilakukannya pertemuan darurat Dewan keamanan (DK) PBB menyusul aksi pemboman udara yang dilakukan barat setelah memperoleh mandat dari Dewan DK PBB untuk melakukan tindakan militer.

Laporan yang drilis kantor berita Al Jazeera dan Al Arabiya itu tidak menyebut sumber yang dikutip serta tujuan pertemuan tersebut. Namun, kantor berita pemerintah Libya, menyebutkan pemimpin Libya, Moammar Kadhafi menuding DK PBB harus bertanggung jawab menghentikan aksi agresi yang dilakukan terhadap Libya.

Sejumlah kalangan analis dan diplomat menilai pemberlakuan larangan terbang terhadap wilayah udara Libya memang akan membungkam kemampuan angkatan udara Libya yang sudah ketinggalan jaman. Karena negara itu masih mengandalkan MIG 23, Su22, MIG 25 bahkan MIG 21, serta beberapa jet Mirage F1. Apalagi kemampuan sejumlah pilot tempur Libya saat ini jauh dari memadai karena kurangnya latihan dan fasilitas bagi mereka hingga banyak pesawat yang rusak atau mengalami kecelakaan.

Namun, para ahli mempertanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan operasi tersebut. Mereka mengingatkan aksi serangan terhadap sasaran di darat dapat memicu kondisi lebih berbahaya. Hal itu mengacu pada pengalaman Pakta pertahanan Atlantik Utara (NATO) ketika terjadi perang Balkan 1990an. Saat di Balkan sejumlah pesawat NATO harus melakukan misi pemboman dari posisi yang cukup tinggi sehingga dapat mempengaruhi akurasi pemboman termasuk terjadinya salah sasaran. Hal itu terpaksa dilakukan guna menghindari ancaman serangan kanon anti pesawat ringan yang memiliki mobilitas tinggi.

Diplomat yang enggan disebut namanya menyebutkan diperkirakan Kadhafi memiliki lebih dari 500 kanon ringan yang mampu merontokkan pesawat yang terbang pada ketinggian dibawah 15 ribu meter. Jumlah itu belum termasuk rudal ringan sejenis stinger yang dipakai AS saat di Afghanistan tahun 1980an. Rudal jenis ini memiliki mobilitas tinggi karena dapat ditembakkan dari panggul seseorang dan setelah melakukan penembakan, di pelaku dapat segera melarikan diri.

Masalah lain adalah Kadhafi memiliki beberapa lusin helikopter serang Mi 17 dan Mi 24 warisan uni Soviet. Dari pengalaman di Bosnia, sangat sulit melawan helikopter sejenis ini dengan menggunakan pesawat yang berkecepatan tinggi karena helikopter itu dapat bersembunyi dengan cepat dibalik pepohonan dan muncul secara mendadak.

Sejumlah petinggi NATO telah melakukan pertemuan untuk membahas lebih lanjut kampanye larangan terbang tersebut. Sejumlah pesawta tempur, tanker, intai hingga pesdawat tanpa awak telah ditempatkan di sejumlah bandara di selatan Eropa. Mereka siap melakukan patroli udara bila saatnya tiba.

Analis lainnya menyebutkan apa yang dakan dilakukan barat bila Kadhafi berhasil memperkuat pertahanannya. Terutama kemungkinan terjadinya perpecahan di kalangan rakyat Libya. Para pemberontak berada di wilayah Timur dan kadhafi berada di barat. Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton dalam sebuah kesempatan menyebutkan, Libya tidak boleh terpecah menjadi dua bagian.

Presiden Barack Obama juga meminta kadhafi untuk menarik pasukannya dari bagian bawar Zawiyah dan Misrata serta kota lain di wilayah Timur. ''Akan lebih sulit apabila pasukan Kadhafi masuk ke dalam kota dan melakukan seperti yang diancamnya dalam 24 jam terakhir. Apabila itu dilakukan akan sulit mengalahkannya hanya menggunakan kekuatan udara diatas ketinggian 15 ribu kaki,'' kata Marko Papic, pengamat dari Stratfor Global Intelligence Group.

Strategi apapun yang digunakan, konflik kekerasan di Libya telah meminta korban sipil lebih banyak lagi. Sabtu lalu, setelah barat melakukan serangan udara, ratusan kendaraan yang dipenuhi pengungsi meninggalkan Benghazi menuju perbatasan Mesir. ''Saya terpaksa disini, karena saat pemboman, anak saya muntah karena takut. Saya hanya ingin menyelamatkan keluarga dan kembali ke Benghazi untuk menyelamatkan lainnya,'' kata seorang dokter seperti dikutip Haaretz.com.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement