REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selaras dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di dunia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus melakukan penyesuaian proses bisnis terhadap perkembangan TIK, termasuk menyiapkan lompatan teknologi yang akan diadopsi dalam peningkatan efesiensi pelayanan dan efektifitas pengawasan kepabean dan cukai. Era industri 4.0, yang menuntut Bea Cukai untuk antisipatif dengan perubahan proses bisnis dari segala lini yang memungkinkan inovasi disruptif terjadi, membuat Bea Cukai memfokuskan pemanfaatan teknologi terkini dalam pengembangan proses bisnisnya dengan memperkenalkan CEISA 4.0.
Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Bea Cukai, Agung Sudarmadi, dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan, pada Rabu (20/3), dan dihadiri seluruh manager pengelola TIK pada kantor pusat, kantor wilayah, dan kantor pelayanan Bea Cukai mengungkapkan bahwa kunci utama dalam mengantisipasi era industri 4.0. Yaitu melakukan digitalisasi, pemanfaatan teknologi terkini, kolaborasi, dan menjadikan data sebagai alat utama dalam menentukan arah strategis organisasi atau dikenal sebagai data driven.
Adapun CEISA 4.0. menurut Agung meliputi Perbaikan pelayanan elalui efisiensi penyampaikan dokumen berbasis single document dan single submission, peningkatan pengembangan sistem pelayanan dan pengawasan berbasis mobile, pemanfaatan big data dalam mewujudkan data-driven dalam membantu peningkatan optimalisasi tujuan organisasi, dan pemanfaatan teknologi terkini dalam proses bisnis Bea Cukai seperti IoT, face and image recognition, Artificial Intelligence (AI), block chain, dan sebagainya.
“Beberapa pemanfaatan teknologi tersebut sudah mulai diimplementasikan, seperti pelayanan pemeriksaan ekspor Crude Palm Oil (CPO) berbasis mobile, di mana dengan solusi tersebut pemeriksa Bea Cukai tidak perlu pergi mondar-mandir ke kantor induk untuk melakukan perekaman hasil pemeriksaan sehingga waktu layanan dapat dipangkas,” ujar Agung seperti dalam siaran persnya.
Hal yang telah diterapkan dalam proses bisnis Bea Cukai ini, lanjut Agung, adalah mekanisme pengawasan dengan memanfaatkan teknologi AI, di mana sistem Bea Cukai akan mampu mendeteksi fraud transaksi kepabeanan berdasarkan data mining yang dimiliki. Sehingga efektivitas pengawasan dapat lebih ditingkatkan.
Bea Cukai, menurut Agung, sudah mulai memasuki era baru TIK. Dalam perdagangan internasional dan logistik nasional, Bea Cukai merupakan salah satu kunci yang diharapkan menjadi enabler perubahan layanan perdagangan luar negeri dan logistik nasional dari sisi efektivitas pelayanan berbasis TIK.
"Hal ini selaras dengan tema World Customs Organization tahun ini agar setiap organisasi kepabeanan melakukan upaya dalam mewujudkan SMART borders for seamless Trade, Travel and Transport, dan upaya Bea Cukai mewujudkan smart customs and excise,” katanya.
Agung mengharapkan ke depannya akan tercipta keselarasan kemajuan teknologi dengan kebutuhan proses bisnis Bea Cukai. Sehingga kemajuan teknologi dapat membawa impact positif bagi Bea Cukai dan Indonesia.