REPUBLIKA.CO.ID, KUALANAMU -- Bea Cukai Kualanamu bekerja sama dengan Aviaton Security (AVSEC) Angkasa Pura II berhasil mengagalkan penyelundupan barang berupa sisik kulit trenggiling sebanyak 44 keping dan 2,2 kilogram (kg) Teripang Kering tanpa dilengkapi dengan dokumen pelindung yang sah dari Kementerian Lingkungan Hidup pada Sabtu (20/4) di Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Kualanamu, Medan. Kedua barang tersebut dibawa oleh dua orang penumpang yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) berinisial XY (28) dan PF (33) yang akan berangkat ke Guangzhou melalui Malaysia.
Dalam konferensi pers yang dilaksanakan pada Senin (29/4), Kepala Kantor Bea Cukai Kualanamu Bagus Nugroho mengungkapkan kronologi penindakan. “Kecurigaan bermula pada saat pemeriksaan barang bawaan kedua pelaku dengan menggunakan mesin pemindai X-ray di Main Gate Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Kuala Namu oleh AVSEC Angkasa Pura II. Atas pemeriksaan tersebut AVSEC Angkasa Pura II melakukan koordinasi dengan Bea Cukai Kualanamu untuk dilakukan pemeriksaan mendalam secara bersama,” ungkap Bagus seperti dalam siaran persnya.
Dirinya menambahkan bahwa selanjutnya dari hasil temuan tersebut dilakukan penindakan oleh tim Penindakan Bea Cukai Kualanamu. “Pelaku diduga melakukan pelanggaran tindak pidana Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” tambah Bagus.
Hasil penindakan berupa pelaku, barang bukti dan berkas telah diserahterimakan dari Bea Cukai Kualanamu ke Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara untuk diproses lebih lanjut oleh Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Trenggiling merupakan sumber daya hayati satwa Indonesia yang mulai terancam keberadaannya.
Kerusakan habitat dan maraknya perdagangan ilegal trenggiling maupun bagiannya menyebabkan hewan ini semakin langka dan hampir punah. Trenggiling tercatat sebagai hewan yang paling tinggi diperdagangkan secara ilegal didunia. Adapun sisik trenggiling dapat dimanfaatkan untuk pengobatan bahkan digunakan untuk pembuatan psikotropika.
Aparat penegak hukum dan masyarakat perlu untuk mengetahui ancaman kepunahan trenggiling untuk kemudian bahu membahu menjaga kelestarian sumber daya hayati Indonesia.
Masih dalam kesempatan yang sama, Bagus mengungkapkan bahwa penindakan ini merupakan bentuk nyata sinergi antar instansi. “Penindakan ini adalah bentuk nyata sinergi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Komunitas Bandara Kualanamu dan tindak lanjut dari Deklarasi Komitmen Bersama Pembangunan Zona Integritas KNIA yang sudah kita laksanakan pada 3 Januari 2019 silam,” pungkas Bagus.