REPUBLIKA.CO.ID,LONDON--Bukan Amerika Serikat (AS), Rusia, apalagi Jepang, yang menjadi konsumen energi terbesar di dunia. Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) mengumumkan, Cina sukses menggeser AS dari tampuk puncak klasemen negara pengguna energi di dunia untuk total konsumsi tahun lalu.
Lantas, seberapa banyak energi yang diserap Cina untuk menghidupi 1,4 miliar penduduk dan industri manufakturnya yang demikian raksasa? Ekonom Kepala IEA, Fatih Birol mengatakan, Cina mengonsumsi sebanyak 2,3 miliar metrik ton minyak ekivalen dalam bentuk minyak mentah, batu bara, gas alam, dan energi terbarukan. AS mengekor di peringkat kedua dengan 2,2 miliar metrik ton.
Birol mengatakan, capaian ini bukan menjadi isu domestik bagi Cina semata namun juga menjadi perhatian global, bukan hanya soal penyediaan namun juga cara penggunaan. "Jika Cina menggunakan mobil listrik, hibrida, dan seterusnya, mereka akan mempengaruhi lini manufaktur hampir seisi dunia," katanya seperti dikutip Bloomberg, Selasa (20/7).
Tilak Doshi, Ekonom Kepala di Institut Studi Energi, Universitas Nasional Singapura, menyebut catatan ini sebagai titik balik besar. "Cina tumbuh pesat dan tak terkejar. Sementara permintaan energi memuncak di negara-negara maju, Cina dan India yang tengah berkembang akan terus menambah permintaan energinya," ucapnya.
Penyematan predikat ini ke Cina, bukan tak diikuti embel-embel miring. Birol menyebut Cina masih kalah dari AS soal efisiensi. Tingkat efisiensi energi di AS mencapai 2,5 persen per tahun sementara di Cina hanya 1,7 persen. "AS telah melakukan banyak usaha untuk melakukan efisiensi terutama sejak 2005," tuturnya seperti dikutip the Financial Times.
Selain itu, IEA juga menekankan soal laju pertumbuhan permintaan energi Cina yang melonjak pesat. Sebagai perbandingan, pada 2000, konsumsi energi Cina hanya separuh AS. Cina juga disoroti soal pertumbuhan emisi karbonnya. Soal cara penggunaan juga disinggung Birol. "Semua ini akan menimbulkan efek domino yang berdampak besar," ucapnya.
Barangkali, embel-embel miring inilah yang menyebabkan Cina seperti enggan mengakui predikat yang dilabelkan oleh IEA. "Data IEA tidak cukup dapat dipercaya," kata Kepala Kantor Badan Energi Nasional Cina, Zhou Xian. Dia tidak mengelaborasi pernyataannya lebih lanjut. Birol memang mengakui datanya masih berupa angka awal.
Cina berupaya membela diri. Kepala Badan Energi Nasional Cina, Jiang Bing, menyebut, walau konsumsi energi fosil di sana tinggi, di saat bersamaan penggunaan energi terbarukan pun berkembang. Cina menginvestasikan 738 miliar dolar AS dalam 10 tahun ke depan untuk mengembangkan energi bersih sekaligus mengurangi emisi pembakaran minyak dan batu bara.
Saat ini Cina merupakan konsumen terbesar batu bara seantero jagat. Bukannya menggunakan sumber daya dari dalam negeri, Pemerintah Cina mengimpor 105-115 ton batu bara tahun ini. Padahal, tiga tahun lalu, mereka masih menjadi net exporter batu bara. Tren serupa terjadi di minyak bumi. Arab Saudi yang menjadi eksportir utama komoditas ini pada tahun lalu menjual minyak ke Cina lebih banyak dari AS.
Cina memang butuh banyak energi untuk menyalakan lokomotif sektor manufakturnya. Energi Indonesia ikut menghela majunya industri di sana. Barang tambang dan mineral, termasuk di dalamnya batu bara, merupakan kelompok komoditas ekspor nonmigas terbesar Indonesia ke Negeri Tirai Bambu itu sepanjang lima bulan pertama 2010.