REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK--Seorang anak di bawah umur diduga menjadi korban trafficking (perdagangan manusia) salah satu Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Kota Depok. Desi, 17 tahun, melaporkan perusahaan tersebut kepada Polresta Depok, Senin (6/12) petang.
Desi menuturkan, pada tahun lalu ada seseorang yang mengaku dari agen penyaluran tenaga kerja yang datang ke kampungnya, Kampung Pamoyanan, Desa Pasir Ipis, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Orang tersebut ke kampung-kampung, untuk mencari para remaja perempuan yang ingin bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri.
Diiming-imingi gaji yang besar dan pekerjaan yang tidak berat, Desi pun tertarik. Meski saat itu ia masih berstatus sebagai siswa kelas XI di SMK Bina Bangsa, bayang-bayang kondisi keluarga yang di bawah garis kemiskinan, menggerakkan hatinya untuk membantu ekonomi keluarga.
“Saat itu saya diiming-imingi menjadi asisten dokter di Singapura dengan gaji Rp 3,5 juta sebulan. Saya rela melepaskan pendidikan saya,” tuturnya yang ditemui Republika usai melapor ke Polresta Depok, Senin (6/12) petang.
Akhirnya ia menyanggupi untuk menjadi TKW dan menuruti dibuatkan paspor oleh seseorang yang bernama My dan Rz yang mengelola sebuah PJTKI di Kota Depok. Setelah dua minggu belajar bahasa Inggris, ia pun diterbangkan ke Johor Bahru, Malaysia, bukan ke Singapura seperti yang dijanjikan.
Di Johor Bahru, lagi-lagi ia menahan kekecewaannya. Janji akan dipekerjakan sebagai asisten dokter, malah dipekerjakan sebagai kuli di perkebunan kelapa sawit kepada majikannya, Chan li Fung dan Hong Mei. Selama tujuh bulan bekerja, gaji yang diharapkannya pun tak kunjung datang. Setiap ditanyakan, majikannya berkelit akan memberikan saat ia akan pulang ke kampung halamannya.
Selama tujuh bulan tersebut, ia tidak hanya diperlakukan kasar, ia juga kerap dibentak dan dicaci-maki. Jam kerjanya pun tidak terbatas, dari pagi hingga malam hari. “Saya bekerja lebih dari 15 jam, bahkan saya pernah bekerja hingga pukul 24.00 WIB,” imbuhnya.
Suatu ketika, saat majikannya pergi Malaka, ia pun kabur dari rumah majikannya. Beruntung ada seorang keluarga dari Indonesia yang menolongnya dan membawa Desi ke rumahnya di daerah Negeri Sembilan. Ia pun menghubungi saudaranya dan dibantu sebuah LSM, merencanakan pergi dari Malaysia melalui Johor Bahru dan menyeberang ke Batam, Indonesia.
Rencana itu pun mulus meski ia tidak menutupi ketakutannya. Dia harus menggunakan sampan kecil dari Johor Bahru dan melewati jalur ilegal untuk menembus pengamanan Angkatan Laut Malaysia menuju Batam. Dari Batam, ia kemudian diantar ke Jakarta. “Saya melaporkan ini agar tidak ada orang lain yang tertipu. Di tempat kerja saya dulu di Johor Bahru, cukup banyak orang Indonesia yang senasib dengan saya,” ujarnya.
Koordinator Komite Independen Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (KIP TKI), Mahfud Khusairy, mengatakan, sebelumnya KIP TKI akan menemui My, salah satu orang yang mengurusi administrasi Desi ke luar negeri, namun ternyata My telah pindah rumah. Kini KIP TKI tengah mencari Rz yang menjadi rekan MY dalam melakukan pengiriman tenaga kerja. “Maka dari itu, kami laporkan kasus ini. Saya mencurigai banyak PJTKI ilegal di Kota Depok,” pungkasnya.