REPUBLIKA.CO.ID, Banyak orang kalah perang dengan obesitas. Mengapa melangsingkan tubuh menjadi sebegitu sulit? Bisa jadi, cara yang ditempuh tidak tepat.
Padahal trik menurunkan berat badan sebetulnya sederhana. Standarnya cukup dengan pengaturan makan dan olah raga. Persoalannya, kedua langkah tersebut sukar diterapkan. "Terutama, mengontrol makan," kata ahli gizi klinis, dr Samuel Oetoro MS SpGK.
Obesitas merupakan kelebihan lemak tubuh. Seseorang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 25 tergolong obesitas. Untuk mengetahui kisaran IMT, Anda dapat membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan pangkat dua. Normalnya IMT berada di kisaran 18,5- 22,9. Jangan terlalu kurus, nanti risiko infeksi malah meningkat."
Tak heran jika kemudian perusahaan farmasi berlomba menawarkan bantuan untuk mengerem nafsu makan. Apalagi, obesitas merupakan penyakit dengan faktor genetik. Indeks Massa Tubuh yang lebih dari 25 itu tidak terjadi tunggal karena kesalahan karakter saja. "Oleh karenanya diperlukan obat yang dapat dikonsumsi dalam jangka panjang untuk memerangi obesitas," ucap dokter tersebut.
Pabrikan farmasi menjanjikan obat produksinya dapat menurunkan berat badan secara menakjubkan. Itulah yang membuat masyarakat tergiur. "Tetapi, mereka belum tentu mengantongi izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)," imbuh Samuel.
Obat anti obesitas bekerja dengan dua alternatif cara. Ia bisa beraksi lokal di usus maupun dengan menekan sistem syaraf pusat. “Obatnya akan berbeda antarindividu, tergantung kondisi dan latar belakang penyakit penyerta,” kata dr Johanes Chandrawinata MND SpGK dalam Seminar Media dengan tajuk Keamanan Obat Anti Obesitas Terkait Perizinan BPOM.
Tatalaksana obesitas dijalankan dalam jangka panjang. Anda mesti rutin menggunakan obat dokter jika tak ingin melar lagi. “Posisinya seperti obat hipertensi yang harus dikonsumsi terus menerus,” kata Johanes.
Di Indonesia, pilihan obat anti obesitas sangat sedikit. Dokter hanya dapat meresepkan golongan orlistat dan diethylpropion. “Sedangkan golongan sibutramine yang dapat digunakan dalam jangka panjang sudah dibekukan izin edarnya,” ucapnya.
Dokter lebih menyukai obat yang dapat dipakai dalam jangka panjang. Namun, di Indonesia, cuma tersedia orlistat yang bekerja di usus. “Ia menghambat enzim lipase sehingga trigliserida tidak bisa dipecah dan keluar utuh,” urai Johanes.
Orlistat indikasi pemakaiannya sama dengan sibutramin. Di usus menghambat penyerapan zat makanan, memblokir 30 persen penyerapan minyak. Ia aman dipergunakan bagi pasien dengan penyakit metabolik dan kardiovaskular. Kontraindikasi pada kronik malabsorbsis, gangguan empedu.
Meski begitu, efek sampingnya kurang menyenangkan. Orang yang menggunakan orlistat lebih sering mulas, kotorannya berminyak, dan keluar feses berminyak tanpa bisa dikontrol. "Tentu tidak nyaman karena kotorannya bisa merembes ke pakaian dalam," ucap Johanes.
Orlistat dapat menghambat penyerapan vitamin yang larut dalam lemak yakni A, D, E, dan K. Terkadang, diperlukan suplementasi vitamin tersebut bagi orang yang mengonsumsi orlistat.
Sementara itu, diethylpropion hanya bisa dipergunakan untuk jangka pendek. Ia bekerja secara sentral demham menekan nafsu makan, meningkatkan rasa kenyang yang agak lama, dam meningkatkan metabolisme. "Biasanya diresepkan untuk dua minggu dan dapat kembali dikonsumsi setelah jeda beberapa waktu," kata Johanes.