Rabu 17 Jan 2018 16:46 WIB

Bahaya TAR dalam Rokok Bagi Tubuh

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja meneteskan cairan rokok elektronik (vape) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/11).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja meneteskan cairan rokok elektronik (vape) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr drg Amaliya, MsSc, PhD, mengatakan TAR yang dihasilkan dari proses pembakaran nyatanya jauh lebih berbahaya, termasuk yang dihasilkan dari pembakaran produk tembakau. Hal ini juga yang menjadi permasalahan yang tak kunjung menemukan solusi di Indonesia.

Ketidakpahaman akan nikotin dan TAR inilah yang menurut Amaliya membuat inovasi yang kini mulai mengemuka kurang mendapatkan respons yang baik dari masyarakat luas dan pemerintah. Bagi konsumen produk tembakau, terutama produk tembakau yang dibakar sudah mulai mengenal jenis produk tembakau alternatif yang mulai tren sejak tahun 2013, yakni rokok elektrik atau biasa disebut vape, nikotin tempel, snus, serta produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan produk tembakau yang dibakar.

Tren ini muncul bukan tanpa alasan. Pasalnya, perilaku ketergantungan masyarakat terhadap produk tembakau dibakar merupakan salah satu permasalahan klasik yang hingga saat ini belum menemukan solusinya, terutama di Indonesia. Tercatat, pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan sebesar Rp 107 miliar per tahun. Tidak hanya itu, bahkan hasil riset tahun 2017 menempatkan Indonesia di peringkat kelima negara dengan jumlah konsumen produk tembakau dibakar terbesar di dunia.

Tidak hanya sekadar menjadi tren yang dikonsumsi sebagai bagian dari gaya hidup, produk tembakau alternatif juga didukung oleh berbagai hasil penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

"YPKP Indonesia secara independen telah melakukan penelitian terhadap salah satu produk tembakau alternatif, yaitu rokok elektrik atau vape. Hasilnya, vape dinilai memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok yang dikonsumi dengan dibakar. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam konsumsinya, vape menggunakan teknologi yang dipanaskan bukan dibakar sehingga TAR, senyawa karsinogenik berbahaya, hasil pembakaran rokok bisa dieliminasi," jelasnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (17/1).

Amaliya lebih lanjut menjelaskan, sari hasil profil kromatografi atas kajian cairan dan uap vape yang telah diteliti selama enam bulan memperlihatkan adanya kandungan UP Propylene Glycol, USP Glycerin Natural/Vegetable, dan perasa pada cairan vape. Karena itu, vape menjadi jauh lebih rendah risiko kesehatannya dibandingkan rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar, ungkap Amaliya.

Beberapa hasil penelitian yang membuktikan hal serupa, yaitu hasil penelitian dari Public Health England (PHE) sebuah badan kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris Raya. Pada tahun 2015, hasil penelitian PHE menunjukkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan dapat menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen.

Selain itu, sebuah studi dari Georgetown University Medical Center Amerika Serikat yang diterbitkan dalam jurnal Tobacco Control turut mengungkapkan, jika perokok beralih ke produk tembakau alternatif, sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat berpotensi dapat terhindarkan dari kematian dini. Jika angka ini diterjemahkan ke Asia, khususnya Indonesia yang saat ini memiliki angka perokok yang sedemikian tinggi, dapat dibayangkan berapa besar potensi jutaan jiwa yang bisa diselamatkan.

Bagi para pakar kesehatan internasional, kehadiran produk tembakau alternatif merupakan salah satu inovasi kesehatan terpenting karena dapat secara efektif menurunkan risiko penggunaan rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar. Dan tidak menutup kemungkinan juga dapat menjadi solusi atas permasalahan perilaku ketergantungan masyarakat terhadap produk tembakau yang dikonsumsi dengan cara bakar di Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement