REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah penelitian menyebutkan, penyakit jantung lebih rentan diderita orang miskin, bahkan jika mereka mengonsumsi makanan bergizi. Daily Mail melaporkan temuan Emory University School of Medicine yang menyatakan bahwa orang berpenghasilan rendah lebih rentan mengalami penyakit jantung, baik mereka tinggal di lingkungan yang banyak makanan atau tidak. Sebaliknya, orang berpenghasilan tinggi yang tinggal di wilayah berpenghasilan rendah belum tentu menderita penyakit jantung karena lingkungan.
Para peneliti menyimpulkan, pendapatan bukan akses pada makanan bergizi, berkontribusi pada risiko penyakit jantung. Ini membawa pada pertanyaan selanjutnya mengenai efektivitas pasar makanan segar di lingkungan masyarakat miskin.
Para peneliti Universitas Emori menganalisa data dari 1.421 subjek penelitian. Usia rata-rata partisipan lebih dari 49 tahun dan 38,5 persen adalah laki-laki. Sebanyak 36,6 persen berkulit hitam.
Para ahli mengajak dokter menyadari bahwa risiko orang berpenghasilan rendah menderita penyakit jantung lebih besar, bahkan jika mereka melakukan diet sehat. Para partisipan diperiksa tanda-tanda awal penyakit jantung, termasuk inflamasi dan pembuluh darah kaku. Para peneliti menemukan bahwa orang yang tinggal di "gurun makanan" merokok lebih banyak. Mereka memiliki tekanan darah dan BMI yang tinggi. Pembuluh nadi mereka juga lebih kaku daripada orang dengan akses makanan lebih baik.
USDA mendefinisikan gurun makanan (food deserts) sebagai daerah dimana penduduk pada umumnya tidak memiliki akses makanan sehat dan penghasilan tinggi. Penghitungan rendahnya akses berbeda baik di perdesaan atau perkotaan.
Akses makanan rendah di perdesaan ditandai dengan penduduk tinggal dengan jarak lebih dari 10 mil ke supermarket, supersenter, atau toko kelontong besar. Di daerah perkotaan, akses rendah berarti jarak penduduk dan pusat belanja tadi lebih dari satu mil.
USDA memperkirakan ada 32,5 juta manusia hidup di gurun makanan. Tim dari Universitas Emori ingin mengetahui apakah akses terhadap makanan sehat dapat mengubah peluang anggota masyarakat berpenghasilan rendah terkena penyakit kardiovaskular. Mereka menyimpulkan, tidak.
Tak ada perbedaan signifikan antara orang yagn tinggal di daerah berpenghasilan rendah di gurun makanan dan mereka yang memiliki akses makanan sehat lebih baik. Para peneliti justru menemukan orang dengan pendapatan pribad itinggi dan tinggal di daerah berpenghasilan rendah lebih kecil kemungkinan menderita penyakit jantung. Oleh karena itu, pendapatan seseorang lebih berpengaruh dalam menurunkan kesempatan mengalami penyakit jantung daripada akses makanan sehat.
Penulis studi Arshed Quyyumi mengatakan, penelitian ini menunjukkan bahwa orang berpenghasilan dan status ekonomi rendah berisiko penyakit jantung.
Ia mengajak petugas klinis mempertimbangkan hasil penelitian ini dalam mengevaluasi pasien. Para fisikawan perlu lebih menyadari bahwa determinan sosial ini meningkatkan risiko penyakit juga bahwa pasien yang masuk kategori ini perlu diberi perhatian lebih.
Untuk menguatkan hasil penelitian ini, studi yang lebih luas perlu dilakukan dengan jumlah partisipan lebih banyak. Selain itu, perlu dilakukan tindak lanjut atas temuan ini. Hasil temuan ini dipublikasikan di jurnal Asosiasi Jantung Amerika.