REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu mengatakan rata-rata kasus baru kusta terjadi hingga 15 ribu kejadian per tahun. Wiendra dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (7/2), mengatakan total kasus baru kusta pada 2017 sebanyak 15.910 dan pada 2018 juga di sekitar angka 15 ribu kasus.
Penyakit kusta lebih sering ditemukan terlambat hingga angkanya masih tinggi. Masyarakat pasalnya seringkali mengabaikan tanda dan gejala kusta.
Data tahun 2018, sebut dia, masih dalam proses finalisasi. Sementara jumlah prevalensi kusta di Indonesia yaitu 0,696 per 10 ribu penduduk dengan total kasus 18.242 pada 2017.
Wiendra mengatakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan melakukan strategi penanggulangan kusta dengan penemuan kasus kusta secara dini agar bisa segera mendapatkan pengobatan guna mencegah terjadinya kecacatan. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak mendiskriminasi orang dengan penyakit kusta karena penyakit tersebut dapat diobati.
"Kusta dapat disembuhkan tanpa cacat bila ditemukan secara dini dan diobati secara tepat," kata Wiendra.
Dr Sri Linuwih dari Komite Ahli Eliminasi Kusta mengungkapkan bahwa penyakit kusta lebih sering ditemukan terlambat karena masyarakat seringkali mengabaikan tanda dan gejalanya. Gejala penyakit kusta adalah keberadaan bercak putih atau merah di kulit. Bercak tersebut tidak gatal, tidak nyeri, tetapi baal atau kurang rasa dan mati rasa.
Bercak seringkali ditemukan di bagian siku, karena ada syaraf yang dekat dengan permukaan kulit. Ada pula bercak yang ditemukan di sekitar tulang pipi (wajah), telinga, atau bahu (badan).
Selain itu, ada penderita yang menunjukkan gejala berupa bintil kemerahan yang tersebar. Ada pula yang gejalanya kulit sangat kering tidak berkeringat dan rambut alis rontok sebagian atau seluruhnya.
Sebagian besar penderita pada awalnya tidak merasa terganggu. Meski kadang disertai kesemutan, nyeri sendi dan demam hilang timbul, bila mengalami reaksi.
"Karena tidak merasa sakit, tidak gatal, penderita cenderung abai. Padahal penyakit berlangsung terus, berpotensi menularkan dan menimbulkan kecacatan," ungkap Sri.
Keberadaan penderita kusta yang belum mengkonsumsi obat kusta atau berobat tidak teratur, lanjut dia, merupakan sumber penularan. Penderita bisa menularkan kuman melalui percikan cairan pernafasan, maupun kontak melalui kulit yang luka.
Pada 2017 kasus kusta masih tersebar di kurang lebih 7.548 desa atau keluarahan mencakup wilayah kerja sekira 1.975 Puskesmas di 341 kabupaten-kota seluruh provinsi Indonesia. Sebanyak 142 kabupaten-kota belum mencapai eliminasi di 22 provinsi.
Pemerintah berhasil melakukan eliminasi kasus kusta di 22 provinsi pada 2018 dan menyisakan 10 provinsi lain yang belum eliminasi. Yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.