Ahad 31 Mar 2019 07:15 WIB

Stop Stigma, Ini Cara Hidup Berdampingan dengan Pasien TB

Tidak semua yang tertular bakteri penyebab TB akan menjadi pasien TB.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Pria sedang menjalani pengobatan Tuberkulosis.
Foto: EPA
Pria sedang menjalani pengobatan Tuberkulosis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuberkulosis (TB) memang penyakit menular yang dapat ditularkan melalui percikan dahak (droplet) di udara. Karena status penyakit yang menular ini, pasien TB tak jarang mendapatkan stigma dan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk oleh anggota keluarga sendiri.

Padahal, tidak semua orang yang tertular bakteri penyebab TB akan menderita TB. Hal ini akan sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh orang yang tertular. Bila daya tahan tubuh baik, seseorang yang tertular bakteri penyebab TB tidak akan menjadi sakit TB.

Baca Juga

Selain itu, terapi pengobatan juga dapat menurunkan tingkat penularan dari pasien TB. Dua bulan pertama setelah menjalani pengobatan rutin dan teratur, bakteri penyebab TB di dalam tubuh pasien akan menjadi inaktif.

"Artinya potensi menyebarkan kuman sudah sangat jauh berkurang. Tapi pengobatan tetap harus diselesaikan (sampai tuntas)," ungkap Kasubdit TB Kementerian Kesehatan RI dr Imran Pambudi MPHM dalam peringatan Hari TB Sedunia bersama PR TBC-HIV Aisyiyah di Perguruan Muhammadiah Tebet Timur, Jakarta.

Senada dengan Imran, Ketua Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) Budi Hermawan menilai pasien TB tidak seharusnya mendapatkan stigma dan didiskriminasi karena penyakit yang diderita. Ironisnya, terkadang perlakuan diskriminatif justru datang dari keluarga pasien sendiri. Misalnya memisahkan dan menandai alat makan pasien TB hingga memisahkan pakaian kotor pasien TB dan anggota keluarga lain.

Budi mengatakan ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar keluarga pasien TB terhindari dari penularan penyakit tanpa harus memberikan perlakuan diskriminatif terhadap pasien. Cara-cara ini bisa dilakukan, khususnya ketika pasien TB masih abru terdiagnosis dan masih berpotensi menularkan penyakit. Berikut ini adalah beberapa cara tersebut seperti disampaikan Budi kepada Republika.co.id.

Menumbuhkan Kesadaran Memakai Masker

Budi mengatakan penyakit TB ditularkan melalui percikan droplet di udara. Oleh karena itu, pasien TB disarankan untuk memakai masker saat berada di rumah, di tempat umum hingga di tengah keramaian. Masker bermanfaat untuk mencegah agar percikan droplet pasien TB yang mengandung bakteri penyebab TB tidak menyebar ke udara.

Masker yang sudah digunakan pasien TB tidak boleh dibuang dengan asal. Pastikan masker ini dirusak terlebih dahulu sebelum dibuang agar masker bekas pasien TB tidak dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Mengedukasi Etika Batuk hingga Membuang Dahak

Penting bagi pasien TB untuk mengetahui etika batuk, bersin hingga membuang dahak yang benar ketika sedang berada di rumah maupun di luar rumah. Untuk batuk maupun bersin, akan lebih baik bila pasien TB mengenakan masker.

Namun bila tidak ada masker, pasien TB dapat menggunakan sapu tangan hingga tisu untuk menutupi mulut ketika bersin atau batuk. Bila tidak ada sapu tangan maupun tisu, gunakan lengan atas bagian dalam untuk menutup area mulut saat bersin dan batuk.

Terkait etika berdahak di rumah, pasien TB perlu disediakan wadah khusus untuk membuang dahak. Sebelum digunakan, tuangkan cairan anti kuman atau karbol ke dalam wadah untuk membuang dahak. Cairan ini berfungsi untuk membunuh kuman penyebab TB yang mungkin ada pada dahak pasien.

"Dikumpulin di situ, nanti setelah (dahak di dalam wadah) cukup banyak, kita buang ke kloset. Siram," jelas Budi.

Memastikan Sirkulasi dan Ventilasi Udara Baik

Kuman penyebab TB yang mengambang di udara bisa bertahan cukup lama bila tidak terpapar sinar matahari. Oleh karena itu, jendela hingga pintu di rumah pasien TB sebaiknya dibuka agar terjadi pertukaran udara dari dalam rumah ke luar rumah. Kuman-kuman di udara yang terbawa ke luar rumah akan terpapar sinar matahari dan mati.

Membuka jendela hingga pintu juga bermanfaat untuk memastikan sinar matahari masuk ke dalam rumah. Dengan begitu, kuman penyebab TB yang mungkin masih bersarang di dalam rumah juga bisa ikut terbunuh.

Tidak Perlu Memisahkan Alat Makan

Membedakan dan menandai alat makan pasien TB merupakan bentuk diskriminasi yang perlu dihindari. Alat makan pasien TB tidak perlu dibeda-bedakan dengan anggota keluarga lain. Yang tidak disarankan adalah menggunakan satu alat makan bergantian.

"Dia (pasien TB) nyuapin anaknya pakai sendok yang sama, itu yang tidak kita sarankan," lanjut Budi.

Yang justru disarankan untuk keluarga pasien TB adalah menjemur alat tidur pasien TB secara rutin setiap hari. Misalnya, menjemur bantal, guling serta selimut. Penting untuk menjemur alat tidur pasien TB secara rutin karena pada saat tidur, bisa jadi pasien TB tidak sadar batuk sehingga dropletnya menempel di alat-alat tidur.

"Dan kita sarankan beberapa hari sekali (alat tidur atau seprei) diganti," terang Budi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement