Ahad 22 Sep 2019 17:10 WIB

Paparan Asap Jangka Panjang Dapat Turunkan Fungsi Paru

Paparan asap jangka panjang dapat meningkatkan risiko asma atau bronkitis kronis.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kabut asap (ilustrasi)
Kabut asap (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengatakan, seseorang yang terpapar kabut asap dalam jangka panjang dapat berdampak pada penurunan fungsi paru-paru. Jika berlanjut, bisa menyebabkan penyakit seperti asma hingga bronkitis kronis.

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengungkap dari penelitian fenomena yang sama tahun 2015 dan di-follow up sampai 2016 lalu, pihaknya mendapatkan hasil fungsi paru-paru yang menurun terhadap korban asap.

"Penurunan fungsi paru-parunya sekitar 20 persen. Kalau ini berlanjut dalam jangka panjang maka kondisinya menjadi hipersensitif saluran napas dan meningkatkan risiko terjadi asma atau bronkitis kronis atau penyakit paru obstruktif kronik," ujarnya saat ditemui usai Konferensi Pers UI Peduli Asap, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia menjelaskan, seseorang yang masih terpapar asap karhutla  setelah periode enam bulan akan mengalami batuk berdahak. Ini menjadi salah satu tanda awal penyakit bronkitis kronis dalam jangka panjang. Selain itu, dia melanjutkan, paparan karsinogenik ke paru-paru jadi lebih tinggi kemudian berisiko menjadi kanker paru.

"Memang itu butuh waktu bertahun-tahun dan belum ada laporan kasus kanker paru yang terbukti karena asap kebakaran hutan dan lahan. Tetapi risiko itu bisa muncul karena adanya karsinogenik," ujarnya.

Untuk mengantisipasi hal ini, ia meminta masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah terutama ketika kualitas udara menurun. Ia memberi petunjuk jika indeks standar pencemar udara (ISPU) di wilayahnya menunjukkan angka diatas 150 maka sebaiknya masyarakat jangan beraktivitas di luar ruangan karena itu tidak baik untuk kesehatan.

Selain itu, ia meminta kualitas udara di dalam rumah harus dijaga, misalnya menyediakan penjernih udara atau membasahi kain dan diempel ke jendela untuk menyaring kabut asap.

"Yang direkomendasikan adalah menyediakan rumah sehat atau shelter yang harus dijaga kualitas udaranya. Bisa dengan penyediaan penjernih udara atau air conditioner supaya udara di dalam shelter lebih bagus dibandingkan luar," ujarnya.

Kalaupun terpaksa harus beraktivitas di luar rumah, ia meminta masyarakat menggunakan alat pelindung diri yaitu masker wajah. Ia menambahkan, masker wajah yang ideal adalah masker respirator seperti N95 atau full mask disposable. Tetapi, ia menyadari masker wajah jenis ini tidak mudah didapatkan dan kalaupun ada harganya mahal.

"Karena itu masyarakat bisa menggunakan masker bedah yang dikenakan juga dengan masker wajah berwarna hijau yang bisa mengurangi filtrasi di lapangan. Meskipun hanya 40 persen, masih ada gunanya," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement