REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Penggunaan antibiotik yang tidak tepat di sektor peternakan bisa mempercepat laju resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR). Bakteri-bakteri itu kemudian dapat mencemari daging saat hewan dipotong atau dalam perjalanan memasak.
Jika seseorang mengonsumsi daging ini dalam kondisi kurang matang atau tidak mengolah dagingnya dengan benar maka orang itu bisa jatuh sakit. Dokter Hewan sekaligus pengurus dan anggota Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHI) drh Wayan Wiryawan mengungkap, ada bukti yang menunjukkan bahwa mengonsumsi daging yang mengandung antibiotik dapat mengakibatkan seseorang menderita penyakit akibat bakteri yang resisten, terutama jika penyakit yang diderita tersebut memang ditularkan melalui makanan.
“Bukti ini jelas terlihat pada kasus infeksi bakteri patogen, seperti salmonella, yaitu bakteri yang tidak hidup dalam tubuh kita, tetapi dapat menyebabkan sakit dari makanan yang dikonsumsi. Wabah penyakit umumnya dikaitkan dengan makanan seperti ayam dan salad yang dimakan mentah,” kata Wayan dalam seminar Pekan Kesadaran Penggunaan Antibiotik Sedunia di Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (14/11).
Lalu apakah antibiotik dalam daging akan hilang ketika ayam dan daging dimasak? Jawabannya, tergantung. Menurut Wayan, jika ada kandungan antibiotik pada daging, sebagian akan hilang dengan lamanya waktu pemasakan dan stabilitas panas.
Kandungan antibiotik pada daging bukanlah isu utama dalam resistensi antibiotik, bakteri yang terdapat di daginglah yang harus diperhatikan. Pemasakan pada suhu tinggi sangat baik dalam membunuh bakteri pada daging, sayuran, dan lainnya. Namun jika tidak diolah dengan benar misalnya talenan bercampur atau tidak mencuci sebelum dan sesudah mengolah daging maka orang yang makan itu tetap bisa jatuh sakit.
“Jadi perjalanan saat memasak juga mesti diperhatikan. Oke daging dimasak dengan matang, namun jika koki menggunakan talenan yang sama untuk daging dan sayuran yang dimakan mentah maka itu juga bisa memicu orang yang makan jatuh sakit,” kata Wayan.
Wayan menekankan, untuk menyikapi masalah AMR dan tuntutan global bagi tersedianya pangan asal hewani yang aman dan sehat, Indonesia harus mampu menjadi produsen serta pengekspor produk pangan asal hewani yang sehat, utuh, dan halal. Untuk itu, peternak bisa menerapkan praktik-praktik peternakan yang baik dengan berfokus pada animal welfare.
Salah satunya adalah dengan mengimplementasikan biosekuriti 3 zona serta dalam menjaga kesehatan ternak tidak selalu tergantung menggunakan antibiotik. Antibiotik, menurut Wayan, diperlukan hanya untuk pengobatan bila hewan ternak mengalami sakit karena infeksi bakterial saja.