REPUBLIKA.CO.ID, Bekerja melebihi batas waktu atau lembur merupakan hal yang tak asing di kalangan para karyawan. Terkadang, kerja lembur memang diperlukan agar perusahaan dapat mencapai target tertentu. Akan tetapi, karyawan yang terlalu sering lembur perlu berhati-hati terhadap risiko hipertensi.
Studi yang dilakukan oleh tim peneliti asal Kanada mengungkapkan bahwa karyawan yang bekerja di luar jam kerja normal atau lebih dari 35 jam per pekan lebih berisiko terhadap tekanan darah tinggi. Risiko ini juga meliputi jenis tekanan darah tinggi yang sering tak terdeteksi dalam pemeriksaan kesehatan rutin atau hipertensi terselubung (masked hypertension).
Seperti diungkapkan dalam jurnal Hypertension, studi ini melibatkan lebih dari 3.500 karyawan kerah putih dari tiga institusi publik di Quebec. Selama studi berjalan, tim peneliti melakukan perbandingan risiko hipertensi pada para karyawan berdasarkan jam kerja mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja selama 41-48 jam per minggu memiliki risiko hipertensi terselubung 54 persen lebih tinggi dibandingkan karyawan yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Karyawan yang bekerja selama 41-48 jam per minggu juga memiliki risiko 42 persen lebih tinggi terhadap hipertensi yang berkelanjutan (sustained hypertension).
Memiliki jam kerja 49 jam per minggu atau lebih dapat meningkatkan risiko hipertensi pada karyawan. Karyawan yang bekerja selama 49 jam per minggu atau lebih memiliki risiko 70 persen lebih tinggi terhadap hipertensi terselubung dan risiko 66 persen lebih tinggi terhadap hipertensi berkelanjutan.
"Baik hipertensi terselubung maupun berkelanjutan berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit kardiovaskular," tutur ketua tim peneliti Dr Xavier Trudel dari Laval University, seperti dilansir Yahoo! Style.
Dari temuan ini, Trudel menilai karyawan yang memiliki jam kerja panjang perlu lebih memerhatikan kesehatan pribadi masing-masing. Pemantauan tekanan darah secara berkala sangat disarankan agar kemunculan hipertensi bisa terdeteksi lebih dini.
Trudel menilai peningkatan risiko hipertensi ini berkaitan dengan tekanan pekerjaan. Tekanan pekerjaan ini muncul akibat kombinasi dari tingginya tuntutan kerja dan rendahnya otoritas untuk membuat keputusan.
Namun, tim peneliti tak akan berhenti di sini. Tim peneliti menilai studi lebih lanjut diperlukan untuk menemukan stressor lain yang mungkin memengaruhi risiko hipertensi pada karyawan yang kerap bekerja lembur.
"Misalnya jumlah anak dari karyawan tersebut, tugas rumah tangga dan peran dalam merawat anak mungkin berinteraksi dengan lingkungan pekerjaan yang kemudian memicu tekanan darah tinggi," tambah Trudel.