REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Tiga Generasi Saskhya Aulia Prima mengungkapkan mom shaming banyak dilakukan orang terdekat. Istilah mom shaming merujuk pada merendahkan seorang ibu karena pilihan pengasuhannya berbeda dari pilihan yang dianut si pengkritik. Perilaku mom shaming berupa sindiran, komentar, atau kritik yang bersifat negatif.
Bila merujuk dari data di Michigan University, sekitar 500 pengguna digital mengaku dirinya mengalami mom shaming, mulai dari cara pengasuhan anak hingga pemberian susu yang memengaruhi sang ibu dalam memberikan keputusan terhadap anaknya. "Dari hasil data stastistik tersebut, yang tinggi pelaku mom shaming adalah orang tua sendiri. Kedua, suami. Ketiga adalah mertua," katanya.
Saskhya menambahkan pelaku mom shaming merasa dirinya lebih baik untuk menunjukkan rasa perhatian, namun caranya kurang tepat. Saskhya menyarankan ketika seorang ibu merasa menjadi korban mom shaming, sebaiknya jangan lupa mengambil jeda sejenak, entah itu bernapas atau minum agar tidak terlalu memikirkan omongan orang.
"Intinya bagaimana kita tidak baper (bawa perasaan)," katanya.
Ia mengatakan tidak mudah untuk tidak baper dalam urusan anak. Namun, kuncinya adalah berpikir positif.
"Sebab, dampak mom shaming ini adalah rasa percaya diri menjadi drop. Ia akan bingung dalam memberikan keputusan. Bahkan, paling banyak dapat menjadi pencetus dari baby blues," ujarnya.