Setelah ramai jual beli online, terbitlah bisnis jasa titip alias jastip. Sosial media (sosmed) menjadi gerbangnya. Inilah salah satu peluang bisnis menguntungkan masa kini. Jalan-jalan bisa dapat fulus banyak.
“Open jastip Bangkok. By request juga bisa.” Itulah kalimat promosi yang tak jarang menghiasi Instagram, Facebook, e-commerce, whatsapp grup, atau di website. Aji mumpung bagi penyedia jastip, liburan sekalian nyari cuan.
Buat konsumen, daripada jauh-jauh ke Bangkok, biayanya mahal demi satu barang, lebih baik titip ke teman yang buka usaha jastip. Paling bayar fee saja. Ongkos kirim gratis. Barang idaman sudah di tangan.
Itu khusus jastip luar negeri dan via jalur pertemanan. Ada juga yang ‘mainnya’ skala domestik. Tidak kenal satu sama lain, sehingga barang akan dikirim melalui kurir.
Penyedia jastip kerap memanfaatkan momen promo belanja offline di luar negeri untuk menjaring konsumen. Contohnya Black Friday di Amerika Serikat (AS) yang menyediakan berbagai promo, termasuk diskon besar-besaran. Jadi konsumen bisa menggenggam barang yang tidak ada di Tanah Air dengan harga miring tanpa harus datang langsung ke lokasi.
Bisnis jastip di Indonesia tumbuh subur. Menyebar bak ‘virus.’ Modalnya cuma kepercayaan. Modal uang bagaimana? Gak banyak kok. Paling hanya untuk ongkos transportasi penyedia jastip. Karena untuk membeli barang, konsumen sudah membayarnya lebih dulu, termasuk fee jastip.
Bisnis ini terkesan tertib. Tapi praktiknya, metode jastip sering disalahgunakan. Ada-ada saja akal bulus penyedia jastip mengelabui petugas bandara, khususnya petugas bea cukai. Tujuannya apalagi kalau bukan supaya tidak kena bea masuk dan pajak.
Baca Juga: Batas Bebas Bea Masuk Belanja Online dari Luar Negeri Turun, Ketahui Fakta-Fakta Ini
Modus Culas Jastip Nakal
Modus culas jastip nakal
Mau untung, tapi malah buntung. Diciduk petugas bea cukai di bandara karena barang pesanan jastip melebihi ketentuan yang diperbolehkan. Versi Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, ada beberapa modus yang digunakan penyedia jastip untuk mengakali petugas, antara lain:
1. Memecah barang pesanan jastip
Modus ini dijalankan oleh satu rombongan penyedia jastip. Misalnya satu rombongan ada 10 orang. Masing-masing membawa tiga sampai empat jenis barang, seperti tas, sepatu, kosmetik, pakaian, perhiasan, jam tangan, aksesoris pakaian, onderdil elektronik, dan lainnya.
Bahkan ditemukan ada yang membawa iPhone 11. Padahal ponsel besutan Apple ini belum rilis di Indonesia.
Dengan memecah barang titipan seperti di atas, maka penyedia jastip bisa terbebas dari pungutan bea masuk dan aneka pajak lain, seperti PPN dan PPh Pasal 22. Karena batas pembebasan bea masuk barang pribadi atau oleh-oleh yang di bawa dari luar negeri sebesar 500 dolar AS atau setara Rp 7 juta (kurs Rp 14.000 per USD).
2. Menggunakan kurir dan lewat barang kiriman
Akal-akalan penyedia jastip lain demi menghindari pungutan bea masuk dan pajak adalah menggunakan kurir dan melalui barang kiriman. Oknum pedagang memanfaatkan de minimis value (nilai pembebasan) barang kiriman.
Caranya memecah barang kiriman menjadi beberapa pengiriman di bawah de minimis value dalam hari yang sama dan jumlahnya sangat ekstrem. Untuk diketahui, barang kiriman atau belanja online dari luar negeri dengan nilai sampai dengan 75 dolar AS atau Rp 1.050.000, bebas dari bea masuk, PPh, dan PPN Impor.
3. Memisahkan kotak atau kemasan dengan barangnya
Ada trik lain dari penyedia jastip nakal, yakni memisahkan barang dengan kotaknya agar tidak ketahuan. Tapi biasanya mereka mengirim kotak terpisah melalui kurir. Alamat yang dituju sama.
Baca Juga: Hai Pengguna Apple, MacBook Pro 15 Inci Resmi Dilarang Masuk Pesawat Nih
Bagaimana Kalau Jastip Ketahuan?
Pemeriksaan di Bandara
Ditjen Bea Cukai sudah punya program anti ‘splitting.’ Merupakan sistem pintar berupa sistem komputer pelayanan yang akan mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.
- Jika terjadi pelanggaran, batas nilai pembebasan tidak berlaku. Penyedia jastip juga akan diminta membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan PDRI.
- Kalau penyedia jastip tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), petugas akan meminta dibuatkan NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Nah loh bisa dilacak lagi data pajaknya.
Barang yang di bawa penumpang penyedia jastip sebetulnya dianggap barang dagangan. Bukan barang pribadi penumpang. Dengan begitu, barang dagangan tersebut dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas keseluruhan nilai barang.
Jadi kalau penumpang pesawat beli oleh-oleh dari luar negeri melebihi nilai pembebasan, yakni USD500, maka kelebihan nilai barang yang dipungut bea masuk dan PDRI.
Contohnya:
Si Ani membawa oleh-oleh dari Singapura dengan rincian 1 buah tas senilai USD300, 2 pasang sepatu masing-masing USD150, dan 2 buah dompet masing-masing USD100. Totalnya sebesar USD800. Berarti perhitungannya:
Nilai Pabean: USD800-USD500 = USD300
Bea Masuk: 10% x USD300 = USD30
PPN = 10% x USD330 (USD300 + USD30) = USD33
PPh (dengan NPWP) = 7,5% x USD330 = USD24,75
PPh (tanpa NPWP) = 15% x USD 330 = USD49,5
Total Bea Masuk + PDRI =
- USD30 + (USD33 + USD24,75 = USD57,75) = USD87,75 atau setara dengan Rp1.228.500 (dengan NPWP)
- USD30 + (USD33 + USD49,5 = USD82,5) = USD112,5 atau setara dengan Rp 1.575.000 (tanpa NPWP).
Namun begitu, barang yang di bawa penyedia jastip akan diperlakukan barang dagangan. Jadi tidak berlaku pembebasan dan dihitung berdasarkan keseluruhan nilai barang.
Contohnya:
Pak Rizal membawa 5 pasang sepatu beda ukuran. Harganya pun berbeda-beda, 2 pasang @senilai USD100, 2 pasang @USD150. Kemudian 1 pasang lagi @USD200. Totalnya USD700. (barang ini dicurigai bea cukai karena kalau barang pribadi tidak mungkin ukurannya berbeda). Perhitungannya:
- Nilai Pabean 2 pasang sepatu USD100 x 2 = USD200
Bea Masuk: 10% x USD200 = USD20
PPN = 10% x USD220 (USD200 + USD20) = USD22
PPh (dengan NPWP) = 7,5% x USD220 = USD16,5
PPh (tanpa NPWP) = 15% x USD220 = USD33
Total Bea Masuk + PDRI=
- NPWP = USD20 + USD38,5 = USD58,5 atau setara dengan Rp819.000
- Tanpa NPWP = USD20 + USD55 = USD75 atau Rp1.050.000
- Nilai Pabean 2 pasang sepatu USD150 x 2 = USD300
Bea Masuk: 10% x USD300 = USD30
PPN = 10% x USD330 (USD300 + USD30) = USD33
PPh (dengan NPWP) = 7,5% x USD330 = USD24,75
PPh (tanpa NPWP) = 15% x USD330 = USD49,5
Total Bea Masuk + PDRI =
- NPWP = USD30 + USD57,75 = USD87,75 atau Rp1.228.500
- Tanpa NPWP = USD30 + USD82,5 = USD112,5 atau Rp 1.575.000
- Nilai Pabean 1 pasang sepatu USD200
Bea Masuk: 10% x USD200 = USD20
PPN = 10% x USD220 (USD200 + USD20) = USD22
PPh (dengan NPWP) = 7,5% x USD220 = USD16,5
PPh (tanpa NPWP) = 15% x USD220 = USD33.
Total Bea Masuk + PDRI=
- NPWP = USD20 + USD38,5 = USD58,5 atau setara dengan Rp819.000
- Tanpa NPWP = USD20 + USD55 = USD75 atau Rp1.050.000
Bisnis dengan Jujur Supaya Barokah
Merintis bisnis apapun, sebaiknya menerapkan prinsip jujur, jangan curang. Lakukan dengan cara yang sehat dan bersih. Agar keuntungan yang diperoleh menjadi berkah.
Sebagai warga negara dan pengusaha yang baik, apabila kamu berbisnis jastip produk impor, deklarasikan barang bawaan atau barang kirimanmu yang akan masuk ke Indonesia. Laporkan kepada petugas bea cukai.
Dengan begitu, kamu akan terhindar dari persoalan, terutama yang menyangkut dengan kewajiban perpajakan. Berbisnis jadi lebih tenang dan kamu ikut berkontribusi terhadap pendapatan negara ini.
Baca Juga: Pajak Impor 1.147 Barang Naik, Pakai Cara Ini Agar Bebas Dari Bea Cukai