REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mapala Universitas Indonesia (UI) berhasil mencapai puncak Gunung Vinson Massif. Puncak tertinggi di Benua Antartika ini merupakan puncak ke-6 yang berhasil dicapai dalam rangkaian Ekspedisi Seven Summits UI.
Mapala UI, diwakili oleh Dedi Satria (M-737-UI), berhasil menapakkan kaki di puncak Vinson Massif pada 6 Januari 2018 pukul 16.30 waktu Chile, atau 7 Januari 2018 pukul 02.30 WIB.
“Hal ini sangat membanggakan bagi warga UI. Sudah lama kami tunggu pencapaian dua puncak ini (Vinson Massif dan Everest) dan akhirnya Alhamdulillah Januari kemarin sudah tercapai satu (Vinson),” ujar Direktur Kemahasiswaan UI, Arman Nefi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (16/2).
Pendakian puncak Gunung Vinson Massif sendiri sudah dipersiapkan sejak Februari 2017. Kemudian, pada Desember 2017, tim bertolak dari Jakarta untuk memulai perjalanan menuju puncak ke-6 dalam Ekspedisi Seven Summits UI ini. Akibat cuaca yang kurang mendukung, pendakian itu sendiri baru bisa dimulai pada 2 Januari 2018.
Usai pendakian puncak Gunung Vinson Massif, maka Ekspedisi Seven Summits UI sendiri menyisakan satu ekspedisi. Yakni pendakian Gunung Everest, Nepal, yang memiliki ketinggian 8.848 mdpl.
Terkait hal ini, Ketua Umum Mapala UI, Yohanes Poda Sintong (M-954-UI) mengatakan, rencananya pendakian Gunung Everest akan dilakukan pada tahun 2019 mendatang.
"Dalam gambaran kami, tahun 2019 adalah saat yang paling tepat untuk mempersiapkan pendaki Everest," ujar Yohanes.
Yohanes menyatakan, bahwa tantangan terbesar dalam perencanaan pendakian Everest ini adalah dana. Ia menyebutkan bahwa pendakian tersebut akan memakan biaya sebanyak kurang lebih Rp 800 juta per pendaki. Meskipun begitu, Yohanes optimis akan mendapat bantuan dari pihak universitas.
“Ini (rencana menuju Puncak Everest) tidak hanya dilakukan oleh Mapala UI tapi juga dapat melibatkan pihak UI dan Iluni UI,” jelas Yohanes.
Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia, Arman Nefi mengatakan, untuk rencana pendakian Everest ini pihak universitas akan melihat seperti apa proposal yang disampaikan.
"Mapala UI ini adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa terbesar di Universitas Indonesia dan sudah mempunyai prestasi. Insya Allah kami akan mendukung," ujarnya
Arman juga mengatakan akan membicarakan perihal ini langsung dengan pengurus Mapala UI. “Untuk pendakian Seven Summits ini pasti membutuhkan dana yang cukup besar, tetapi jika bersama-sama Insya Allah akan terlaksana,” lanjutnya.
Sementara Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Arief Budhy Hardono, memaparkan, Iluni UI melihat jelajah Mapala UI itu adalah hal yang membanggakan bagi Universitas Indonesia, karena Mapala UI memiliki sejarah. Mulai dari Soe Hok Gie yang menjadi inspirasi besar.
"Iluni tidak hanya wajib untuk mendukung alumni Mapala tapi juga anggota Mapala yang masih aktif agar nilai-nilai kebijaksanaan terus dijalankan oleh generasi yang saat ini ada," jelasnya.
Saat ini, Iluni UI sedang membuat Museum UI. Perjalanan Mapala UI harus masuk dalam Museum yang kita buat. Selain itu, Arief juga berpendapat kegiatan-kegiatan Mapala UI bisa kembali mengharumkan nama bangsa Indonesia di masa depan.
Mapala UI merupakan pelopor untuk kegiatan rangkaian pendakian Seven Summits dunia di Indonesia. Pada 1972, tim pendaki Mapala UI menjadi tim pertama yang mengjnjakkan kaki di Puncak Carstensz, Papua, puncak tertinggi di wilayah Australasia.
Selama beberapa tahun berikutnya, dalam rangkaian pendakian itu, Tim Mapala UI berhasil mencapai empat puncak gunung lainnya, yaitu Kilimanjaro, Afrika (1983); McKinley, Amerika Utara (1989); Elbrus, Rusia (1990), dan Aconcagua, Argentina (1993), dan Vinson Massif, Chile (2018).