REPUBLIKA.CO.ID, Kedai kopi Epikurian, di pinggiran Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Kedai di siang itu padat pengunjung, sepadat jam kerja di putaran rel IISIP Jakarta tak jauh dari kedai itu berada. Di pelataran kedai, beberapa orang masih sibuk mengabadikan potret diri di hadapan sebuah papan bergambar pohon. Ada pesan bertuliskan "Melawan Asap #Pekat Kelat".
Papan tersebut merupakan simbol dari kegiatan yang dilaksanakan kedai Epikurian siang itu: Menggalang dana untuk korban asap di Sumatra dan Kalimantan. Demi menarik pengunjung dalam acara penggalangan dana, pagelaran seni dilangsungkan. Musikalisasi puisi, teater, dan musik akustik. Semua bertema 'Kabut Asap'.
Penggagas acara sekaligus pemilik kedai kopi Epikurian, Mirza Jaka Suryana mengaku keprihatinan menjadi dasar aksi sosial itu digelar. Ia menilai kabut asap yang melanda Sumatra dan Kalimantan sudah sampai pada titik terparah. Asap, tegasnya, telah membunuh banyak warga tak berdosa.
Aksi ini juga diusung merespons lambannya sikap pemerintah dan otoritas terkait dengan penanggulangan kabut asap. Jaka mengaku kegiatannya merupakan rentetan dari ragam aksi solidaritas serupa yang dilakukan berbagai kalangan masyarakat.
Antusiasme pun tampak pada acara "Melawan Asap Pekat Kelat". Menurut Jaka, para tamu yang datang ke kedainya adalah mereka yang tidak mengetahui ingin menyumbangkan dananya ke mana. "Jadi kegiatan sosial seperti ini sangat berguna buat mereka," ucapnya kepada Republika.co.id, Sabtu (10/10).
Sebelum kegiatan penggalangan dana untuk korban asap, Epikurian juga pernah menggelar kegiatan serupa dengan tema "Tubruk Tosan". Acara tersebut didedikasikan untuk Tosan, seorang warga di Jawa Timur yang dikeroyok dan dihajar sekelompok orang karena menolak proyek pertambangan pasir.
Dalam acara "Tubruk Tosan", Jaka menjual kopi tubruk, yang hasil penjualannya--seratus persen, disumbangkan untuk biaya pengobatan Tosan. Kegiatan itu berlangsung selama sepekan dan menetaskan dana sekitar Rp 800 ribu.
Filosofi Epikurian
Selain bisnis, konsep berbagi dan peduli sosial jadi misi Epikurian. Ini juga berkaitan dengan nama kedai tersebut yang diadopsi dari nama seorang filsuf Yunani, Epicurus. Jaka menjelaskan, Epicurus adalah tokoh yang mendambakan manusia untuk berbagi kesenangan. Tapi, lanjutnya, banyak kalangan menilai bahwa kesenangan yang diajarkan Epicurus bersifat personal atau hedonisme pribadi.
Padahal menurutnya, Epicurus justru mengajarkan sebaliknya, yakni hedonisme sosial atau berbagi kesenangan dan kebahagiaan dengan orang-orang di sekeliling. Lantaran alasan filosofis itu, Jaka menamakan kedai kopinya Epikurian. Sebuah bisnis yang juga mencoba memberikan dampak sosial kepada masyarakat.
"Karena kita enggak akan pernah bisa bahagia bila tidak berbagi dengan orang," ujar Jaka.
Menjelang petang, acara penggalangan dana bertema "Melawan Asap Pekat Kelat" usai dilaksanakan. Bila pada "Tubruk Tosan" Epikurian berhasil mengumpulkan Rp 800 ribu, kali ini, kedai kopi tersebut berhasil mendulang Rp 2,5 juta.
Jaka mengaku usahanya menggalang dana menuai sukses. Meskipun jumlahnya tak seberapa, yang terpenting, menurutnya, adalah keinginan dan hasrat untuk membantu meringankan beban para korban kabut asap Sumatra dan Kalimantan