Rabu 17 Aug 2016 21:31 WIB

Sentra Jamu Kembangkan Keberadaan Jamu Indonesia

Kebiasaan minum jamu baik bagi kesehatan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kebiasaan minum jamu baik bagi kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sentra Jamu Indonesia menginginkan jamu sebagai warisan nenek moyang tidak boleh tergeser selangkah pun karena pengaruh budaya asing maupun pergeseran gaya hidup masyarakat Indonesia itu sendiri. Founder Sentra Jamu Indonesia J Sofyan Hidayat mengingatkan bangsa tanpa budaya seperti manusia akan kehilangan karakter dan jati dirinya. 

Masuknya budaya Barat ke Indonesia, jelas Sofyan Hidayat, mempengaruhi beragam hal termasuk pola piker masyarakat Indonesia. “Pengaruh tersebut berjalan sangat cepat dan menyangkut berbagai bidang kehidupan. Pengaruh negatif akan menghasilkan dampak yang sangat luas pada sistem kebudayaan masyarakat,” berdasarkan rilis yang diterima republika.co.id, Rabu (17/8).

Ia mengatakan begitu cepatnya pengaruh budaya asing itu menyebabkan terjadinya goncangan budaya (culture shock) atau suatu keadaan dimana masyarakat tidak mampu menahan berbagai pengaruh kebudayaan yang datang dari luar sehingga terjadi ketidakseimbangan kehidupan masyarakat. 

Menurut Dirut PT Industri Jamu dan Farmasi  SidoMuncul Tbk ini, penyerapan unsur budaya luar yang dilakukan secara cepat dan tidak melalui proses harmoni kearifan lokal  dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan antara wujud yang ditampilkan dan nilai-nilai yang menjadi landasannya atau yang biasa disebut ketimpangan budaya. 

“Indonesia adalah Negara jamu. Karena ini warisan adiluhung para pendiri bangsa ini tentu kita sebagai anak bangsa pewaris tidak ingin kehilangan budaya alam ini. Terutama dengan perkembangan hubungan antarnegara dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),”jelas Sofyan. 

Sofyan Hidayat mengingatkan meski manfaat dan khasiat jamu sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Namun, selama berpuluh-puluh tahun itu pula, ‘derajat’ jamu tidak bisa diangkat meskipun baik bagi kesehatan dan tanpa efek samping. Hal ini disebabkan karena masyarakat sendiri belum sepenuhnya mengerti akan jamu. “Bagaimana kita pelaku, penyuka, dan pemerhati jamu bisa lantang bicara tentang masa depan jamu jika kita tidak memiliki mental untuk mengubah paradigma masyarakat terhadap jamu. Revolusi mental untuk jamu juga harus dijalankan dengan cara mengubah rasa jamu yang imagenya pahit menjadi enak, segar, dan berhasiat,”ujar Sofyan.  

Sofyan berharap para pedagang jamu seduhan membangkitkan kembali, semangat  berjualan jamu dengan rasa yang enak dengan sebutan “Kafe” agar bisa mengangkat derajat jamu di masa kini. Misalnya saja seperti di Sentra Jamu  Indonesia, didesain seperti café untuk nongkrong menikmati karya seni, budaya, makanan kuliner kas Indonesia dan minum jamu yang tidak hanya menyegarkan tetapi berkhasiat. 

“Masyarakat kita terkadang lupa, misalnya, minuman cukup menyegarkan tapi belum tentu sehat dan berkhasiat. Jadi peluang  jamu masih bisa bersiang dan menjadi primadona masyarakat urban jika kita mengemas dengan modern dan tidak kampungan,”jelasnya.

Peluncuran Sentra Jamu Indonesia dihadiri beberapa peneliti, akademi, pelaku seni, pengusaha, pemerhati kebudayaan serta pers. Salah satunya pakar herbal dan dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Dr Suwijiyo Pramono, pianis ternama Tommy F Awuy, Walter Van Oei, pelukis yang disejajarkan dengan Picasso, Chagall, Leger, penyair Eka Budianta, penyanyi Del Sarono dan pemerhati kebudayaan Arswendo Atmowiloto. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement