REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cerita di balik selembar kain ternyata bisa mengaduk emosi seorang Edward Hutabarat. Desainer kenamaan ini tak bisa menyembunyikan air mata tatkala menyinggung perjalanannya mengeksplorasi kain lurik. Selama tujuh tahun terakhir Edo, begitu ia biasa disapa, menelisik kain yang berasal dari Yogyakarta dan Solo itu.
"Tenun lurik dikerjakan oleh orang-orang tua yang rata-rata berusia di atas 60 tahun, helai demi helai benang ditancapkan hanya demi upah beberapa ribu rupiah sehari," kisah Edo dalam pembukaan pamerannya yang bertajuk Tangan-Tangan Renta, kemarin (23/8).
Dengan suara bergetar, ia menceritakan bagaimana awal perjumpaannya dengan lurik. Pada Mei 2002, ia dipercaya keluarga keraton Yogyakarta untuk mendesain kebaya untuk upacara Tantingan di hari pernikahan GKR Pembayun. Saat persiapan upacara tersebut, desainer 58 tahun ini melihat bagaimana lurik yang kerap dianggap kain kawula alit itu dikenakan para abdi dalem dengan rasa bangga.
Sejak itu, lahirlah ide untuk mengganti katun impor bercorak garis yang biasa ia terapkan pada busana batiknya dengan garis-garis lurik. Selama menggeluti proses pembuatan lurik, Edo berkarib baik dengan R. Rahmad pewaris perusahaan lurik tertua di Klaten bernama Sumber Sandang.
Sumber Sandang didirikan ayah Rahmad, Suhardi, yang merupakan pionir pembuatan lurik. Edo juga bersahabat dengan cucu-cucu H. Dibyo Sumarto, pendiri Kurnia Lurik yang pernah berguru pada Suhardi.
Belum lama ini Edo dan Renitasari Adrian selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation mengunjungi seorang penenun lurik di Klaten. Beberapa tahun silam saat berjumpa dengan Edo, sang nenek penenun lurik masih setia menghentakkan alat tenunnya. Namun kini ia tak lagi berkarya karena kedua matanya sudah buta. "Beliau masih mengenali saya dari gelang yang saya pakai," tutur Edo dengan mata berkaca-kaca.
Edo berupaya mengembalikan tangan-tangan muda ke dekat mesin-mesin tenun yang nyaris lupa mereka kenali, apalagi minati. Menurut Edo sudah saatnya tangan-tangan renta itu beristirahat bekerja dan diteruskan tangan-tangan muda.
Edo ingin ada tangan-tangan muda yang membantu dan meregenerasi tangan-tangan renta itu. "Saya ingin memastikan bahwa lurik akan terus lestari sebagai salah satu wastra kebanggaan Indonesia," ungkapnya.