Rabu 13 Nov 2013 09:57 WIB

Menparekraf: Kuliner Indonesia Masih Perlu Promosi

Red: Nidia Zuraya
Rawon
Foto: Natural Cooking Club
Rawon

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Pariwisata dan Ekonom Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu mengakui kuliner Indonesia masih memerlukan promosi, agar benar-benar menjadi salah satu ikon Indonesia di mancanegara.

Dalam kunjungan kerjanya ke Cina pada 11-15 November, Mari mengatakan kuliner menjadi bagian penting dalam mempromosikan eksistensi sebuah destinasi. "Apalagi Indonesia yang beragam dengan budaya dan kulinernya," katanya.

Terkait itu Indonesia, telah menetapkan 30 ikon kuliner tradisional Indonesia sejak 14 Desember 2012. "Ke-30 ikon kuliner itu mewakili tradisi dan kuliner sebagian besar Indonesia, dan semuanya ditetapkan atas kriteria tertentu, antara lain semua bahan atau bumbunya mudah didapat dimana saja, di negara mana saja," ungkapnya.

Namun, lanjut dia, kuliner Indonesia terutama 30 ikon yang telah ditetapkan masih belum banyak dikenal dan masih perlu lebih gencar di promosikan, antara lain dengan meminta setiap perwakilan RI di mancanegara untuk selalu menyajikan 30 atau beberapa dari 30 ikon kuliner Indonesia tersebut dalam setiap kegiatan malam resepsi Indonesia atau malam kebudayaan Indonesia.

"Jadi, benar-benar kuliner Indonesia itu terpromosikan. Karena jika kita berharap ada restoran Indonesia di setiap negara masih belum bisa, terlebih di Beijing saja keberadaan restoran Indonesia masih buka-tutup-buka-tutup," tuturnya.

Kemenparekraf bekerja sama dengan pakar-pakar kuliner Indonesia dan chef profesional yang digawangi oleh Chef Vindex Tengker telah menuliskan buku dan resep paten yang menyatukan cita rasa dari 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia. Resep tersebut diharapkan bisa menyatukan segala perbedaan rasa dari penggunaan bahan dan rempah yang berbeda di setiap daerah di Indonesia.

"Masing-masing ikon ditampilkan dengan menyebutkan nama daerah asalnya misalnya Asinan Jakarta, Soto Ayam Lamongan, Tahu Telur Surabaya, Rawon Surabaya dan seterusnya," ungkap Mari.

Setiap ikon kuliner ditampilkan disertai dengan kandungan nutrisinya, dan harus memiliki cerita filosofi dari ikon kuliner tersebut. "Misalnya cerita atau filosofi di balik Nasi Tumpeng Nusantara, yang menyimbolkan persembahan dan sebagainya," ujar Mari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement