REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi berlanjutnya pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
"Rupiah dan mata uang lainnya pada umumnya menguat terhadap dolar AS yang melanjutkan pelemahan pasca FOMC yang di mana walau mempertahankan suku bunga, namun akan mulai melonggarkan quantitative tightening, sehingga imbal hasil obligasi AS juga turun cukup besar," ungkap Lukman dilansir ANTARA di Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Quantitative Tightening (QT) merupakan kebijakan moneter yang dilakukan Federal Reserve (The Fed) untuk memperkecil neraca dengan menyusutkan cadangan moneter guna menghilangkan likuiditas atau uang dari pasar keuangan, sehingga menghindari terjadinya inflasi. Hal ini dilakukan dengan cara menjual obligasi yang dimiliki bank sentral kepada publik.
Saat ini, imbal hasil obligasi AS telah menurun dari 4,965 persen menjadi 4,575 persen. "Efek mungkin untuk sementara saja, investor masih lebih fokus pada tingkat suku bunga acuan," ujar Lukman.
Pada akhir perdagangan hari ini, kurs rupiah menguat 102 poin atau 0,63 persen menjadi Rp 16.083 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.185 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat turut menguat ke level Rp 16.094 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.202 per dolar AS.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menilai data inflasi Indonesia pada bulan April 2024 yang baru dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (2/5/2024) yang masih terjaga di kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 3,0 persen memberikan sentimen positif untuk rupiah.
Untuk malam ini, data Non-Farm Payroll (NFP) dan tenaga kerja lainnya akan dipublikasikan. Jika menguat, lanjutnya, maka dolar AS turut akan menguat.
Sebelumnya, data tenaga kerja AS yang dirilis hari Rabu (1/5/2024) dan Kamis (2/5/2024) menunjukkan datanya masih bagus. Misalnya data Automatic Data Processing (ADP) Non Farm Payrolls yang sebesar 192 ribu dari prediksi 179 ribu.
"Data malam nanti bisa memberikan sentimen baru untuk pergerakan rupiah pekan depan. Data dari AS masih menjadi anchor pergerakan USD-IDR," kata Ariston.
Pada pekan depan, terdapat pula data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan data neraca perdagangan China. "Ini bisa memberikan sentimen positif (terhadap rupiah) kalau datanya bagus," ujar dia.