REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno LP Marsudi, pada Sabtu (13/6), menuntut jawaban dari Canberra terkait pernyataan beberapa pejabat Australia, yang mengaku membayar ribuan dolar untuk mendorong perahu pencari suaka kembali ke Indonesia.
Retno Marsudi menyatakan itu sesudah Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, menolak menyangkal tuduhan tersebut. Menlu Retno Marsudi mengatakan Indonesia benar-benar prihatin jika betul bahwa kapten dan lima awak kapal pembawa pencari suaka itu masing-masing dibayar 5 ribu dolar AS oleh petugas imigrasi Australia untuk kembali ke perairan Indonesia.
Tuduhan tersebut ditujukan kepada polisi setempat di pulau Rote di kawasan timur Indonesia, tempat kapal pembawa 65 pencari suaka datang ke daratan Indonesia pada akhir Mei setelah dicegat Angkatan Laut Australia.
Menlu Retno mengatakan bahwa dia telah membahas masalah itu dengan Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson di sela-sela konferensi di Jakarta. "Saya hanya bertanya kepada dia (Paul), ini masalah apa, katakan pada saya, ini maksudnya apa?'' kata Retno.
"Dia (Paul) berjanji untuk menyampaikan pertanyaan saya, permintaan keterangan saya, ke Canberra dan ia berjanji untuk kembali (menyampaikan jawaban) ke saya lagi. Kami benar-benar prihatin jika (kejadian 'pembayaran' itu) dikonfirmasi," kata Menlu.
Ada beberapa peningkatan risiko yang lebih lanjut dapat merusak hubungan antara Australia dan Indonesia, yang sudah sempat tegang setelah Pemerintah Indonesia mengeksekusi dua penyelundup narkoba asal Australia pada April lalu.
Pihak berwajib Indonesia telah mulai melaksanakan penyelidikan atas dugaan pembayaran kepada awak kapal yang membawa pencari suaka dari Bangladesh, Myanmar dan Srilanka, yang dicegat dalam perjalanan ke Selandia Baru.
PM Abbott pada Jumat (12/6) mengatakan bahwa Australia akan melakukan "apa pun yang diperlukan" untuk memerangi penyelundupan manusia. Namun, Abbott berulang kali menolak untuk menyangkal bahwa telah terjadi 'pembayaran' oleh petugas imigrasi Australia.
"Dengan cara apa pun, kami akan menghentikan penyelundupan manusia. Kami telah mengehentikan penyelundupan dan kami akan melakukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa hal itu tetap berhenti," kata Abbott.
Pemerintah Australia telah memulai kebijakan imigrasi yang sulit sejak koalisi konservatif Abbott berkuasa pada September 2013 dan menolak untuk menerima para pencari suaka yang datang ke negara itu dengan perahu.
Kebijakan imigrasi itu termasuk upaya pihak militer Australia untuk mendorong kembali perahu-perahu, yang kebanyakan datang dari Indonesia, dan mengirim para pencari suaka ke penampungan di pulau Pasifik di pelosok Nauru dan dan Papua Nugini untuk penempatan ulang, meskipun kebijakan itu menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.