Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi (paling kiri), Wakil Ketua Majelis Partai Demokrat Marzuki Alie (tengah), dan Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Tohari menjadi pembicara diskusi mengenai hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2014 di Jakarta, Kamis (10/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi proses pencalonan presiden dan wakil presiden di Golkar. Pengawasan itu agar tidak terjadi politik transaksional saat rapat pimpinan nasional (rampimnas) Golkar.
"Jangan sampai ada politik uang atau politik dagang sapi. Karena akan terjadi demoralisasi. Untuk itu saya minta KPK beserta seluruh intelijennya mengawasi proses pencarian capres cawapres yang bersih," kata Herdi saat menyampaikan pendapatnya pada diskusi Menakar Capres-Cawapres Jawa-Luar Jawa di Hotel Atlit Century Senayan, Jakarta Ahad (13/4).
Menurut Herdi setelah suara pileg tidak mencapai target, pencapresan Ketua Umum Aburizal Bakrie dipastikan akan dievaluasi saat rapat pimpinan nasional (rapimnas) Golkar. Dalam rapimnas itu akan memunculkan nama kader senior Golkar, yaitu Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla.
"Namun nama-nama diluar seperti Hatta Rajasa, Rizal Ramli dan Sri Mulyani harus dipertimbangkan jika rapimnas Golkar mencalonkan capresnya sendiri," katanya.
Kata Hardi yang terpenting siapa yang nantinya terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, harus berhati-hati dalam memilih tokoh untuk menjadi ditempatkan mejadi menteri. Dan bisa menekankan terhadap menterinya untuk mampu meningkatkan ekspor bukan impor.
"Jika menteri tidak bisa meningkatkan ekspor barang kita, maka menteri itu goblok," katanya.
Untuk itu presiden yang terpilih harus memilih menterinya yang sesuai dengan ke ahlian dan bidangnya masing-masing. Bukan memilih menteri berdasarkan pertimbangan koalisi.