Jumat 09 Dec 2011 13:00 WIB

Terapi Tepat untuk Anak Spesial

Talkshow tentang anak berkebutuhan khusus (ABK) yang diadakan oleh Volunteer Education Network (VEN), 27 November 2011.
Foto: Nurkholis Ainunnajib
Talkshow tentang anak berkebutuhan khusus (ABK) yang diadakan oleh Volunteer Education Network (VEN), 27 November 2011.

Topik pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) memang masih relatif baru sehingga menjadi hangat jika diperbincangkan. Apalagi jika perbincangan melibatkan ahlinya serta orang tua yang memiliki anak-anak special.

Begitu pula yang terjadi dalam talkshow “Serba-serbi ABK” yang diadakan oleh Volunteer Education Network (VEN), 27 November lalu. Talkshow yang hangat itu menjadi sarat manfaat karena peserta tidak hanya mendengarkan kisah-kisah sukses para pakar Pendidikan Luar Biasa dalam mendidik anak-anak spesial, tapi juga bisa “curhat” dengan mereka. Bahkan sesekali rasa haru juga menyelimuti atmosfer KFC Kemang pagi itu saat beberapa orang tua membagi pengalaman mereka dalam memperjuangkan hak-hak anaknya agar dapat hidup layaknya anak-anak lainnya.

Dari penuturan beberapa ibu yang hadir, perjuangan pertama yang harus mereka hadapi cukup berat, yaitu menerima kenyataan bahwa mereka memiliki anak yang berkebutuhan khusus, seperti cerebral palsy, down syndrome, diskalkulia, atau bahkan anak-anak berbakat (gifted).

Belum lagi keterasingan yang mereka dapatkan dari sebagian keluarga dan lingkungan sekitar. Padahal, menurut Adi D Adinugroho-Horstman, pendiri komunitas VEN, penerimaan ini merupakan langkah awal yang menentukan penanganan selanjutnya. Jika orang tua sudah mampu melapangkan dadanya dengan kenyataan tersebut, mereka akan mampu memfokuskan diri untuk mengembangkan potensi lain yang dimiliki sang anak, yang mungkin tidak sempat tersorot karena perhatian orang tua lebih tercurah pada perawatan lainnya.

Setelah mampu menerima kenyataan pun mereka masih menghadapi tantangan lain, yaitu bagaimana memilih terapi dan terapis yang tepat bagi anaknya. Memang saat ini banyak metode dan teknik-teknik yang ditawarkan untuk menstimulus perkembangan anak, hingga kerap membuat para orang tua kebingungan. Namun, belum tentu terapi yang cocok untuk seorang anak cerebral palsy (CP), misalnya, akan cocok juga diterapkan pada anak penyandang CP lainnya karena setiap dari mereka memiliki karakteristik unik yang berbeda-beda.

Untuk itu, Dr. Endang Widyorini, salah seorang narasumber yang merupakan dosen psikologi di sebuah universitas swasta di Semarang, menyarankan kepada mereka untuk melakukan assessment (penilaian mengenai kekhususan yang dimiliki si anak) dengan tepat. Selain menekan biaya, diagnosis yang tepat akan memungkinkan anak mendapat terapi yang tepat sedini mungkin.

Sementara itu, Adi berpendapat bahwa ahli yang sebenarnya dalam membantu perkembangan ABK adalah orang tua sendiri. Memang mereka perlu mengikuti anjuran terapis dan psikolog, tapi orang tua juga perlu menggunakan intuisinya untuk menentukan penanganan terbaik bagi anaknya, karena merekalah yang mengamati perkembangan sang anak sedari kecil.

Terkadang ayah dan ibu juga perlu bereksplorasi mencari model yang terapi yang cocok untuk anaknya. “Tak jarang,” kata Adi,“filosofi ‘the bitter experience can be the better learning resource’ (pengalaman yang pahit justru bisa menjadi sumber pembelajaran yang lebih baik) juga berlaku.” Mungkin dalam eksplorasi tersebut mereka bisa menemui hal-hal yang tidak diinginkan, tapi dari situ mereka bisa mengambil pelajaran terbaik.

Meskipun demikian, para orang tua dengan ABK tak perlu patah arang. Kini banyak orang tua dan para pemerhati ABK yang membentuk komunitas peduli ABK, sebut saja komunitas VEN sendiri, ‘Mari Kita Saling Bantu’, ‘Anak Berbakat’dan juga Indonesian Disabled Care Community. Komunitas-komunitas ini bisa dijadikan ajang pertukaran wawasan dan pemecahan solusi, baik melalui pertemuan-pertemuan langsung ataupun virtual—seperti milis atau komunitas maya.

Julia Maria van Tiel, narasumber ketiga pun memungkas talkshow pagi itu dengan ajakan inspiratif, “Pemerintah sudah menyediakan dasar perjuangan kita melalui peraturan perundangan. Sekaranglah tugas masyarakat untuk mengaplikasikannya. Saatnya kita, pemerhati ABK membangun system networking yang memungkinkan kita untuk membantu anak-anak special itu berkembang dan menemukan potensi terbaik mereka.”

Nurkholis Ainunnajib

STKIP Kebangkitan Nasional, Mulia Business Park, Gedung D, Jalan MT Haryono, Kav.58-60, Pancoran, Jakarta Selatan

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement