Kamis 15 Feb 2018 03:00 WIB

Menjadi Guru yang Berkemajuan

Saat ini, mutu guru di Tanah Air dipandang sangat rendah.

Mega Saputra, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah DKI Jakarta
Foto: Dokpri
Mega Saputra, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mega Saputra *)

Lahirnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diharapkan dapat memberikan dorongan pada peningkatan martabat guru sebagai sebuah profesi, martabat, dan sisi pengakuan atas profesi baik secara formal maupun pengakuan dari masyarakat sebagai jasa profesi. Martabat dari sisi keterdukungan perubahan sisi ekonomis karena ketercukupan materi yang meningkat kedudukan tidak hanya pada social level, tetapi juga ecomomic level yang memberikan jaminan rasa aman sehingga dapat bekerja dan berkarya.

Harapan dan keinginan meningkatkan economic level sebagai sebuah profesi yang masih riskan apabila dilihat dari angka-angka guru yang belum memenuhi kualifikasi masih banyak. Dan hal lain ini, mengundang pertanyaan apakah ketika peningkatkan kesejahteraan meningkat akan sejalan dengan peningkatan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan.

 

Saat ini, mutu guru di Tanah Air dipandang sangat rendah baik dilihat dari kompetensi pedagogis maupun kompetensi keilmuannya. Padahal di masa lalu, yaitu masa penjajahan dan pasca kemerdekaan hingga tahun 1960-an, mutu guru relatif lebih baik. Bukan hanya itu, profesi guru bahkan dianggap sebagai pelarian dan menjadi pilihan kedua (second choice) bagi para sarjana-sarjana pendidikan yang lebih memilih kerja-kerja di perkantoran dan bank

Usaha mengembangkan kualitas SDM guru menjadi semakin penting bagi bangsa ini dalam menghadapi era persaingan global. Tanpa SDM yang berkualitas, suatu bangsa pasti akan tertinggal dari bangsa lain di tengah persaingan pendidikan internasional yang mahakompetitif.

Pengembangan SDM Guru yang berkualitas juga menjadi tanggung jawab pendidikan nasional, terutama agar guru dapat mempersiapkan peserta didik untuk menjadi subjek yang memiliki peran penting dalam menampilkan dirinya sebagai manusia yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada bidangnya.

Berkenaan dengan upaya pengembangan SDM Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional telah mengembangkan visi insan Indonesia yang cerdas dan kreatif dan misi mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia cerdas dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk masyarakat global (www.ktsp.diknas.co.id).

Visi dan misi tersebut selanjutnya harus dapat diterjemahkan dengan para pendidik sebagai aktor utama yang bersinggungan langsung dengan proses pendidikan bersama peserta didik.

Pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan, “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini,  jalur pendidikan formal, pendidikan dasar , dan pendidikan menengah”.

Menjadi guru berkemajuan bukanlah menjadi seorang guru yang sekadar mencari keuntungan (profit oriented) karena menjadi guru adalah panggilan jiwa dan idealisme adalah akar filosofis dari sosok guru. Dalam hal ini tampak bahwa tugas guru adalah tugas mulia yang diemban dengan penuh tanggung jawab, profesional, dan terorganisir.

Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas menjelaskan, menjadi guru paling tidak memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab, memperoleh penghasilan yang ditentukan dengan prestasi kerja, memiliki jaminan perlindungan kurikulum, memiliki organisasi profesi yang berkaita dengan tugas keprofesionalitasan guru

   

Kualitas pendidik tidaklah cukup hanya sekedar menjadikan peserta didik pada tingkatan tentang mengetahui. Freire menolak makna mengetahui dalam pendidikan yang sekadar megumpulkan fakta dan informasi yang disebutnya “penyimpanan” (banking, diibaratkan sebagai penyimpanan uang di bank).

Mengetahui bagi Freire berarti membentuk diri sebagai subjek di dunia, diri yang mampu menuliskan kembali apa yang sudah dibacanya dan bertindak di dunia untuk mengubahnya secara radikal. Freire memaknai tentang memahami huruf melampaui kapasitas subjek untuk membaca kata-kata melainkan harus dikaitkan dengan kemampuan untuk “membaca” dunia.

Guru yang berkemajuan menjadi sosok yang sangat penting lantaran seorang gurulah yang menginterpretasi makna dari berbagai mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik. Mendidik adalah tugas yang mulia. Tugas yang terus ada hingga ajal menjemputnya. Mendidik merupakan kerja-kerja intelektual seumur hidup karena mendidik selalu membawa spirit pencerahan dan memerdekakan akal untuk peradaban yang berkemajuan.

*) Penggiat Sosial Program Keluarga Harapan Kementerian Sosial, Mahasiswa Pascasarjana UHAMKA

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement