REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Amien Rais/Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995-1998)
Persyarikatan kita dinamakan Muhammadiyah tentu dengan tujuan jelas, yakni menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah dan tarikh SAW sebagai rujukan baku perjuangan Muhammadiyah. Pada dasarnya kita memiliki dua uswah hasanah, yaitu Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS (QS al-Ahzab [33]: 21 dan al-Mumtahanah [60]: 4).
Nabi Ibrahim sebagai Bapak Monotheisme mengemban misi penegakan tauhid dan menunaikan tugas memimpin kemanusiaan (QS al-Baqarah: 124). Sebagai khalilullah, Nabi Ibrahim melakukan perlawanan terhadap Namrud yang merupakan simbol kemusyrikan dan kezaliman.
Tauhid yang ditancapkan Nabi Ibrahim pada gilirannya diikuti tiga agama samawi, yakni Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tauhid mencapai kulminasi pada agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW sebagai nabi pamungkas dan penyempurna millah Ibrahim, kita jadikan satu-satunya pemimpin yang mutlak harus kita ikuti. Komitmen kita menjadi pengikut perjuangan Rasullullah bersifat total. Bahkan, sayap perempuan Muhammadiyah dinisbatkan dengan salah satu istri tercinta Nabi, yakni ‘Aisyah dan jadilah ‘Aisyiyyah.
Kini Muhammadiyah menapaki abad kedua kehidupan perjuangannya. Satu hal yang perlu kita ingat, sejarah terus berubah, bergerak ke depan dan Alquran memberi tahu bahwa nasib manusia, organisasi, dan bangsa serta negara berputar secara cakra-manggilingan (QS Ali Imran: 140).
Wajib kita syukuri bahwa Muhammadiyah mampu melewati satu abad perjuangan dengan sehat, sukses, dan tidak menunjukkan gejala sakit maupun melemah karena usia. Syajarah thayyibah atau pohon indah Muhammadiyah tetap segar, makin banyak buah amal salehnya sepanjang masa dan dinikmati segenap bangsa (QS Ibrahim: 24).
Kita bersyukur punya Alquran dan sunnah sahihah yang bersifat abadi dan mampu memberikan pijakan kokoh untuk menjawab segala tantangan itu. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 6 disebutkan, maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Ketika Muhammadiyah didirikan pada 8 Dzulhijah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 M, bangsa Indonesia masih berada dalam zaman kolonial, belum merdeka, sehingga konteks historis, sosial, politik, dan ekonominya sangat berbeda dengan zaman sekarang, 106 tahun (sesuai dengan kalender Hijriyah) atau 103 tahun (sesuai kalender Masehi) kemudian.
Muhammadiyah pernah mengalami zaman kolonial, revolusi, demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, dan sekarang zaman reformasi atau pasca-reformasi, dan entah apalagi di masa depan. Tujuh Presiden Indonesia dan visi politik serta ekonomi nasional boleh bergonta-ganti, tapi kapal Muhammadiyah terus melaju.