Senin 31 Aug 2015 05:45 WIB

Menggugat 'Tuhan' dan 'Syaitan' (1)

Red: M Akbar
Ilustrasi Identitas
Foto: www.bidikbanten.com
Ilustrasi Identitas

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Khairil Miswar

(Penulis adalah Mahasiswa PPs UIN Ar-Raniry)

Sejujurnya, saya merasa “risih” dengan pemberian judul ini. Tapi apa boleh buat, saya kehabisan akal untuk mencari redaksional judul yang relevan untuk membahas dua fenomena unik yang sedang 'menghebohkan' Indonesia, khususnya di jagad maya.

Nampaknya publik Indonesia lebih tertarik dengan isu ini dibanding masalah rupiah yang 'naik-turun'. Masyarakat kita juga terlihat lebih responsif terhadap isu 'Tuhan' dan sSyaitan' jika dibanding dengan perseteruan Rizal Ramli versus Jusuf Kalla yang sempat menghiasi media tanah air baru-baru ini.

Pada saat pertama sekali membaca informasi via media bahwa ada sosok bernama 'Tuhan' di Indonesia, saya justru menganggap berita tersebut sebagai hoax. Terkadang ada beberapa media di negeri ini yang memang gemar membuat kabar lebay.

Tapi keyakinan saya tersebut segera pudar ketika nama 'Tuhan' semakin populer dan menjadi isu yang lumayan sensasional. Bak episode sinetron, kehebohan nama 'Tuhan' itu terus berlanjut setelah muncul sosok bernama Syaitan (Saiton) di Palembang. Rasa pusing yang saya alami semakin merajalela untuk menyikapi kehadiran dua sosok paling top di abad ini.

Terkait asbabun nuzul alias kronologis kelahiran kedua nama tersebut, menurut saya adalah perkara yang tidak pantas untuk dikomentari. Ini mengingat hal tersebut masuk ke dalam ruang privat yang seharusnya tidak menjadi urusan publik. Namun apa hendak dikata, peradaban teknologi telah mengantar berita tersebut ke seantero negeri.

Tentang Sebuah Nama

Apalah artinya sebuah nama? Konon ungkapan ini diperkenalkan oleh William Shakespeare. Dalam perbincangan filsafat tentunya ungkapan ini sah-sah saja. Namun dalam konteks sosial ungkapan ini sulit diterima. Dalam kaca mata seorang muslim, ungkapan ini juga paradoks dengan sinyal-sinyal agama dalam Alquran.

Sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 31-33 bahwa Allah telah mengajarkan sejumlah nama benda kepada Adam Alaihissalam. Kemudian Allah juga memerintahkan kepada Adam agar memberi tahu nama-nama tersebut kepada para malaikat. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan kecil bahwa persoalan nama bukanlah sesuatu yang remeh.

Dalam Kabus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nama diterjemahkan sebagai kata untuk menyebut atau memanggil orang, tempat, barang atau binatang. Tanpa nama kita tidak akan bisa mengenal satu sama lain. Kita mengenal si Husen atau si Ahmad melalui nama. Kita mengetahui bahwa ini kulkas dan itu sepeda motor adalah melalui perantaraan nama. Kita mampu membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain juga melalui nama.

Seandainya sosok nama itu tidak ada, entah bagaimana jadinya dunia ini. Bagaimana caranya kita mendaftarkan anak kita untuk masuk sekolah jika anak kita tersebut tidak memiliki nama. Bagaimana pula nasib seorang guru yang ingin mengetahui kehadiran para siswa, sedangkan di absen para siswa tersebut tidak ada nama. Dengan demikian, sudah sepatutnya orang-orang yang mengatakan nama tidak penting untuk segera bertaubat. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement