REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erizal (Alumni KAMMI Sumatera Barat)
Undangan makan malam datang dari seorang senior. Perbaikan gizi, makan enak. Begitulah! Kalau tak salah, di sebuah restoran Arab terbaik. Anda tahu? Betapa berbinar-binarnya anak-anak pergerakan mendengar kabar itu. Apalagi saya sebagai anak daerah, perantau, jauh dari orang tua. Tak ada yang saya bawa saat itu, kecuali sekadar cita-cita.
Sebelum Magrib, senior itu sudah sampai di markas. Enak betul, ya. Makan gratis, sudah itu dijemput pula. Selebihnya, pakai mobil teman. Mobil perjuangan. Konon, mobil itu termasuk saksi sejarah dari huru-hara reformasi. Tapi sayangnya, teman itu terbaring di rumah sakit. Senior itu menanggung biaya pengobatannya. Padahal berjarak 18 tahun.
Aneh? Jika ada yang mengatakan senior itu telah berubah. Tidak! Dia tak berubah. Masih seperti yang dulu. Yang jelas berubah, fisiknya. Agak gemukkan; tepatnya, gendut. Seperti pejabat lainnya; gayanya, karakternya, masih sama. Tegas, keras, mungkin kasar, ceplas-ceplos, tanpa tedeng aling-aling, mendramatisir, dan terlihat bombastis, memang.
Ada lagi yang tertinggal, sebenarnya dia itu lucu, melankolis, dan penuh rasa. Jika tak percaya, bacalah tulisan-tulisannya, terutama di akun Twitter. Dia juga pintar berpuisi. Jika masih mengatakannya brengsek, berarti Anda kurang piknik. Ogah betul dengan dia. Terhadap orang baru kenal saja dia asyik. Apalagi terhadap orang yang telah lama kenal.
Di tengah nikmatnya mengunyah daging kambing, senior itu berkata, "Jal, setelah ini ikut saya, ya. ''Kemana Bang," jawab saya. "Ikut saja; makannya jangan terlalu kenyang, nanti kita makan lagi," jelasnya sambil tersenyum manis. Padahal, kami baru bertatapan muka. Pasti dia tahu, saya anak daerah. Tak banyak anak daerah di kepengurusan pusat.