Rabu 18 May 2016 17:52 WIB

Kecanduan Gadget Buat Anak Berjarak dengan Dunia Nyata

Gadget seperti dua sisi pisau di anak dan remaja, fungsinya bisa memberi efek positif termasuk negatif.
Foto: pixabay
Gadget seperti dua sisi pisau di anak dan remaja, fungsinya bisa memberi efek positif termasuk negatif.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Kehadiran teknologi ponsel pintar dan tablet termutakhir yang didukung internet berkecepatan 4G, kalau tidak disikapi dengan bijak pelan-pelan namun pasti menjadikan anak sebagai pribadi yang makin dimiskinkan.

"Memang, kemajuan teknologi membawa banyak kemudahan bagi manusia. Namun, ada juga dampak negatifnya. Anak-anak kini asyik bercengkrama dengan beragam aplikasi gim di smartphone, tablet dan komputer. Bahkan, tidak sedikit yang kini suka nongkrong di gim center hingga berjam-jam lamanya," terang Peneliti Merapi Cultural Institute (MCI), Gendhotwukir.

Peneliti yang pernah mengenyam pendidikan di Philosophisch-Theologische Hochschule Sankt Augustin Jerman ini mengaku khawatir dengan makin canggih dan suburnya teknologi modern yang terus merengsek ke pelosok-pelosok desa, entah melalui gadget dengan benchmark yang makin mumpuni atau dengan menjamurnya gim-gim center hingga di gang-gang perkampungan dan pelosok-pelosok desa.

"Permainan berbasis teknologi memang kaya sensasi, mengasyikkan dan penuh fantasi. Gim-gim modern menjadi lebih praktis karena tak memerlukan tanah lapang dan banyak teman seperti dalam permainan tradisional. Cukup sendirian di depan layar komputer, smartphone atau tablet, seseorang bisa terjun dalam dunia permainan yang mengasyikkan," imbuhnya.

Namun di balik kemudahan yang didapat dari gim-gim modern, terang salah satu Pendiri Rumah Baca Komunitas Merapi (RBKM) di lereng Gunung Merapi ini, ada aspek eksistensial seseorang yang makin tersamar. Gim-gim modern yang makin canggih cenderung mengarahkan dan membentuk seseorang menjadi pribadi yang individualis dan egois.

"Anak benar-benar menjadi generasi ‘menunduk’. Anak cenderung menciptakan dunianya sendiri dan menikmatinya seorang diri. Ia semakin berjarak dari dunia nyata. Ia semakin teralienasi (terasing) dari dunia sekitarnya. Saking asyiknya, saat dipanggil pun kadang tidak mendengar. Egoisme terbentuk karena pembiasaan," terangnya.

Anak membangun dunianya sendiri dalam mesin yang menakjubkan dan lambat laun mesin itu menguasainya. Karena kecanduan, anak tidak lagi merasakan diri sebagai pembawa aktif dari kekuatan dan kekayaannya, tetapi sebagai benda yang dimiskinkan, yang tergantung pada kekuatan di luar dirinya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement