REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Askar Triwiyanto, PhD (Dosen dan Peneliti Transportasi Inovatif Universitas Presiden)
Pada akhir tahun 2015 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang melarang truk angkutan barang melintas di jalan tol Cikampek mulai 30 Desember 2015 hingga 3 Januari 2016.
Surat edaran Kemenhub bernomor 48 Tahun 2015 tersebut, secara tegas menyatakan truk atau kendaraan berat yang tetap melintas akan dikenakan sanksi.
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTI) mempertanyakan keputusan Kementerian Perhubungan, karena dianggap merugikan. Di sisi lain sebagian pihak seperti YLKI menilai regulasi pemerintah dengan mengeluarkan surat edaran ini adalah tindakan yang terlambat.
Akhirnya macet parah sepanjang jalan Tol Cikampek tak terhidarkan. Terjadi lonjakan kendaraan yang keluar tol Jakarta-Cikampek pada liburan Natal sebesar 38 persen. 18 Persen diantaranya masuk kategori kendaraan berat.
Hal yang menjadi antiklimaks dari imbas kemacetan parah yang terjadi ketika itu terjadi saat Djoko Sasono menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Darat, sesuatu yang masih dianggap tak lazim di kalangan pejabat saat itu. Dalam pernyataannya, Djoko merasa telah gagal dalam menangani kemacetan panjang yang terjadi saat arus mudik mulai Rabu (23/12). Langkah Djoko Sasono yang mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab ini banyak diapresiasi masyarakat walaupun mereka menyadari bahwa tanggung jawab tersebut tidak hanya beban dari Dirjen Perhubungan Darat.
Belajar dari pengalaman yang semakin banyak belakangan ini sepatutnya semua pihak seperti Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), Kepolisian juga Pemerintah Daerah dan Kementrian terkait bersama-sama untuk mengakomodir serta memediasi kepentingan publik. Langkahnya adalah secara massif dan sistematis mempersiapkan berbagai tindakan preventif dan kuratif terkait masuknya periode libur Idhul Fitri yang berbarengan dengan libur sekolah serta cuti bersama awal Juli mendatang.
Saat yang sama Kepolisian dan pihak-pihak terkait memang harus bisa mengantisipasi simpul-simpul kemacetan pada setiap liburan panjang. Pengaturan jalan alternatif juga harus mulai dilakukan sehingga tidak terjadi kemacetan parah seperti beberapa waktu lalu.
Dalam kaitan ini penulis ingin memfokuskan pada sorotan mengenai keberadaan kendaraan berat sebagai bagian dari pengguna Jalan Tol. Kendaraan berat seringkali ditengarai sebagai biang keladi kemacetan di jalan tol. Kendaraan berat, sebagaimana dijabarkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.9 Tahun 2004 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor terdiri dari: Mobil Bus, Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan dan Kendaraan Umum.
Beberapa regulasi dan peraturan terkait kendaraan angkutan barang telah intensif dibahas dan lahir dari proses advokasi yang berlangsung selama ini. Diantaranya adalah UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan umum yakni pada Pasal 169 Ayat 1 tentang kewajiban mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan dan kelas jalan dan sanksi bagi pelanggarnya pada Pasal 307 berupa kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,-. Begitu pula Hak menolak masuknya dan atau mengeluarkan pengguna jalan yang tidak memenuhi ketentuan batasan muatan sumbu terberat (MST) telah diberikan oleh Undang-undang pada BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) melalui Peraturan Pemerintah No 15 tahun 2005.
Sementara itu adanya Peraturan Menteri Perhubungan no.62 tahun 2011 tentang pengaturan waktu operasi kendaraan angkutan barang di Jalan Tol dalam kota DKI Jakarta sudah selayaknya juga dapat diterapkan pada Jalan Tol lainnya dengan tidak mengabaikan hak pengelola kegiatan usaha yang menggunakan kendaraan berat sebagai sarana transportasinya.
Disisi lain terkait keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, setelah kategori Jalan yang dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat (MST) kendaraan bermotor serta konstruksi jalan.
Penegakan aturan secara tegas dan turukur terkait MST ini diharapkan mampu meminimalisir faktor kerusakan dan umur jalan yang memendek hingga berimplikasi pada pengurangan biaya pemeliharaan jalan. Dalam banyak studi diungkapkan terdapat tiga penyebab utama yang mengakibatkan rusaknya jalan, yakni faktor muatan berlebih, minimnya drainase, dan faktor curah hujan yang tinggi.
Selain berdampak pada kerusakan dini jalan tol akibat kendaraan berat yang ‘overload’, kerusakan juga dialami oleh kendaraan pengangkut itu sendiri, seperti problem ban kempes, baut ban yang terlepas, bahkan kondisi as patah akibat tak kuat menahan beban. Hal ini tentu berkorelasi dengan macet yang diakibatkan oleh kendaran berat yang mogok/kecelakaan akibat kondisi diatas. Disaat yang sama juga membuat proses evakuasi bertambah rumit.
Berdasarkan data-data tersebut, guna mencapai standar pelayanan minimum bagi pengguna jalan tol berupa: kontrol terhadap kondisi jalan, aksesabilitas, mobilitas, berbagai aspek keselamatan dalam keadaan normal maupun darurat menjadi hal-hal yang tidak dapat ditunda lagi. Hal ini juga harus mendapat penanganan serius dan secara konsisten harus dimulai dari SDM pengelola berintegritas yang kapabel ditambah regulasi yang menunjang serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Pengguna jalan yang akan mengadakan perjalanan pun patut dihimbau untuk selalu memastikan kondisi prima dari kendaraan serta selalu mematuhi rambu dan aturan lalu lintas tol, dimana salah satunya menghindari penggunaan bahu jalan. Dalam catatan statistik PT Jasa Marga sepanjang tahun 2015, didapatkan laporan total kecelakaan pada bahu jalan di seluruh ruas jalan tol yang dikelola PT Jasa Marga mencapai 271 kasus atau 17 persen dari seluruh kasus kecelakaan sebanyak 1.525 kasus.
Oleh karenanya akselerasi proses pembenahan Tata kelola Jalan Tol patut mengadaptasi tag-line ‘Revolusi mental’. Dimana hal tersebut menjadi keniscayaan yang krusial guna memepercepat proses dan layanan yang nyaman serta menyelamatkan segenap pengguna jalan dengan cara seluasnya melibatkan inovasi dalam: metode, sarana dan teknologi (contoh: road crack detection, TOLL Apps dll), berikut SDM kredibel yang berintegritas (tidak mempan suap) yang bekerja dibawah payung otoritas lembaga dan regulasi yang mengikat semua stakeholders.