Jumat 14 Jul 2017 01:00 WIB

71 Tahun Bhayangkara: Mewujudkan Pemolisian Demokratik

Adex Yudiswan
Foto: dok. Pribadi
Adex Yudiswan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Adex Yudiswan, SH.SIK *)

Narasi Marieke Bloembergen tentang bentuk pemolisian di zaman Hindia Belanda (Kompas, 2011) seakan tidak mengalami banyak perubahan dengan narasi bentuk pemolisian zaman sekarang. Politik Republik masih diwarnai dan diramaikan dengan aksi-aksi yang dikuatkan oleh sentiment agama, ancaman revolusi, tuntutan kesejahteraan sosial rakyat baik di kalangan tani, buruh dan kaum miskin kota, ancaman akan bahaya nasionalisme negara lain dalam bentuk serbuan modal, barang dan tenaga kerja, serta kebangkitan komunisme.

Hari Ulang Tahun Polri ke-71 tahun ini adalah moment tepat untuk memantapkan kinerja Kepolisian yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi dewasa ini. Sekilas Polri sudah menjawab tuntutan bentuk pemolisan yang seharusnya pada situasi sekarang yaitu dengan semboyan kerja Polri yang ProMoTer: Profesional, Modern dan Terpercaya dalam melindungi dan melayani masyarakat berdasarkan undang-undang dan hukum bukan pada  selera dan dorongan di luar hukum.

Dengan semboyan kerja ProMoTer, kehadiran negara dalam setiap sendi kehidupan sehari-hari, sudah dirasakan masyarakat karena kehadiran Bhayangkara Pembina Kamtibmas (Bhabinkamtibmas) yang merupakan pemolisian dalam bentuk community policing berjalan dengan baik. Dengan bermodalkan 'Promoter' yang sudah sangat baik pelaksanaannya dan community policing yang sudah terlaksana dengan baik, maka untuk membuat Polri menuai trust dari masyarakat salah satu langkah berikutnya adalah democratic policing atau pemolisian demokratik .

Situasi global

Era globalisasi saat ini membuat Indonesia yang melimpah sumber daya alam dan manusianya menjadi daya tarik bagi berbagai kepentingan asing. Juga dalam era demokrasi saat ini, dapat kita lihat dan dengar unjuk rasa yang tidak pernah kosong mengisi kegiatan-kegiatan di Indonesia. Kemajuan teknologi yang terus meningkat membuat semakin cepat dan singkatnya memobilisasi  orang, barang dan informasi.

Cepatnya pergerakan informasi dalam era digital, bisa dinikmati di seluruh pelosok dunia, tidak terkecuali Indonesia. Di era pemerintahan Jokowi, jangankan terkait listrik, internet pun sudah merambah ke pelosok pedesaan. Era digital yang tumbuh di Indonesia ini menyebabkan kecepatan informasinya luar biasa: melebihi kecepatan mobilisasi orang dan barang.

Dalam perkembangannya, ketiga faktor di atas: globalisasi, demokrasi, dan teknologi informasi merupakan ramuan yang pas untuk mempengaruhi situasi keamanan dalam negeri saat ini. Permasalahan kecil yang terjadi di daerah terpencil  dalam hitungan detik dapat menjadi besar dan menjadi masalah keamanan nasional. Karena itu, solusi untuk mengimbangi perkembangan situasi keamanan dalam negeri yang cepat berubah hendaknya pemolisian demokratik dapat dilakukan sebagai pemolisian yang proaktif (proactive policing) dan pemolisian yang berorientasi dalam penyelesaian akar masalah (problem Oriented  Policing)  dalam setiap permasalahan yang terjadi di Indonesia.

Pemolisian demokratik

Pemolisian demokratik menuntut kinerja kepolisian tidak bersandar pada maunya kekuasaan, sebagaimana di jaman raja-raja, penjajahan kolonial Belanda atau pun Jepang; pun kekuasaan pemerintah sebagaimana telah ditunjukkan dalam pemerintahan orde Baru, tetapi bersandar pada demokrasi, Undang-Undang, Hukum dan Hak Asasi Manusia.  POLRI yang hidup dan dihidupi  demokrasi haruslah berada di garda depan menjamin demokrasi. Di sana, kerja kepolisian yang dibiayai rakyat harus dipertanggung-jawabkan secara professional, transparan dan akuntabel.

Visi pemolisian demokratik ini terus menjadi semangat POLRI dalam bertugas. Kapolri Jendral Polisi Drs HM Tito Karnavian MA PhD pun menekankan kerja kepolisian hari ini haruslah bersifat ProMoTer yaitu Profesional, meningkatkan kompetensi SDM POLRI yang semakin berkualitas melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan pola-pola pemolisian berdasarkan  prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan dan dapat diukur keberhasilannya; Modern, melakukan modernisasi dalam pelayanan publik yang didukung teknologi sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh masyarakat, termasuk pemenuhan kebutuhan Almatsus dan Alpakam yang makin modern; terpercaya, melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN, guna terwujudnya penegakkan hukum yang obyektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan.

Belajar dari Gresik

Pertanyaannya; apa wujud nyata kegiatan democratic policing yang sesuai dengan kearifan lokal? Untuk menjawab itu, kita harus melakukan pemahaman mendalam apa  kebutuhan dan harapan masyarakat untuk Polri dan Pemerintahan. Bagaimana mengetahui kebutuhan dan harapan masyarakat itu; bagaimana mewujudkannya serta bagaimana kelanjutannya agar bisa dirasakan oleh segenap masyarakat Indonesia?

Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat saya jawab dengan satu rangkaian kegiatan yang telah saya lakukan di Polres Gresik yaitu Gerakan Antisipasi Kejahatan dan Penyelesaian Permasalahan Masyarakat Desa; disingkat Gajah mada. Kegiatan ini terbagi dua yaitu masyarakat yang memahami teknologi, kami sentuh dan layani dengan aplikasi Gosigap  dan masyarakat yang belum memahami teknologi, kami sentuh dengan Team Gajah Mada. Berdasarkan 2 kegiatan tersebut, kami Polres Gresik  mendapatkan kriteria zona integritas dari kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Pun sudah mendapatkan sembilan penghargaan lainnya.

Secara teknis, Tim Gajah Mada berpartner dengan Lurah, Babinsa dan Bhabinkamtibmas dalam melakukan pendataan dan survey. Pada level di atasnya, pola penanganan masalahnya ditangani Tim Mada, yakni Kapolsek, Danramil dan Camat sebagai leading sector untuk menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Tim Mada melakukan analisis dan evaluasi terkait hasil kerja dan apa yang masih perlu dilakukan Tim Gajah. Evaluasi itu bukan hanya menyangkut hasil kerja tapi menyangkut solusi konkret atas permasalahan yang ditemukan di lapangan.

Sementara Kapolres, Bupati dan Dandim, bertindak semacam “panelis” yang akan memberi masukan, asistensi dan pembinaan demi efektivitas kerja tim. Manakala dibutuhkan, Kapolres, Bupati dan Dandim akan membuat kebijakan sesuai kewenangan masing-masing agar masalah benar-benar terurai dan terpecahkan sehingga masyarakat merasakan manfaatnya yakni kualitas pelayanan publik yang prima. Secara lugas, dapat dikatakan, begitu ada masalah, negara hadir di tengah-tengah dan berada bersama rakyat.

Dengan begitu, masyarakat merasa terayomi, terlindungi dan terlayani dengan baik dan efisien.

Selamat HUT Bhayangkara ke-71

*) Wakapolres Jakarta Barat

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement