REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian dari kita mungkin sudah mengenal budaya Kuda Lumping. Tarian tradisional Jawa ini menampilkan sekelompok prajurit yang tengah menunnggang kuda. Tapi tahukah Anda ada sebuah tradisi yang menampilkan kuda sungguhan yang sedang menari?
Ini adalah tradisi ritual unik Saiyyang Pattu’duq yang dilakukan masyarakat dari Majane, Sulawesi Barat. Saiyyang Pattu’duq adalah tradisi ritual mengarak menggunakan kuda yang dimiliki masyarakat Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Dalam bahasa Mandar (bahasa Suku Mandar, Sulawesi Barat), saiyyang artinya adalah kuda dan patu’duq artinya adalah penari. Jadi Saiyyang Pattu’duq berarti kuda yang pandai menari atau pandai memainkan gerakan kaki dan kepalanya.
Tradisi ini biasanya sering dijumpai pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Anak-anak yang telah khatam Alquran akan diiring keliling kampong dengan menunggang kuda. Saiyyang Pattu’duq juga biasa dilakukan saat penjemputan tamu kehormatan, karena adanya nadzar yang terkabulkan dari masyarat dan pertunjukan untuk hiburan.
Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Saiyyang Pattu’duq dicatat sebagai warisan budaya tak benda sejak tahun 2013 oleh Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya. Karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, setiap orang bertugas untuk punya kewajiban moral untuk melestarikan warisan budaya benda tak benda itu.
Pelestarian itu bisa dilakukan dalam bentuk perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya. Namun tetap memegang prinsip pelestarian yang tidak merusak nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia.