REPUBLIKA.CO.ID,Satu-dua lembaga survei mungkin keliru. Namun, ketika semua lembaga menunjukkan hasil survei yang sama, partai-partai politik harus waspada. Dalam situasi seperti ini, kemerosotan elektabilitas versi survei tinggal menunggu penjelmaannya dalam pemilihan umum.
Kasus korupsi terbukti efektif mengikis angka keterpilihan partai. Pada tingkat tertentu yang bisa jadi signifikan, akan terjadi pergeseran pemilih dari partai yang terkena kasus korupsi ke partai-partai yang (lebih) bersih. Bagi sebagian pemilih, ideologi bahkan tak lagi penting dan pilihan hanya berdasarkan kinerja praksis partai.
Sekadar pergeseran masih bisa kita terima. Namun, deideologisasi partai dapat membawa kita pada ketimpangan sistem politik. Tak ada bedanya lagi partai satu dengan yang lain. Dan kalau sudah demikian, sulit kita mencari relevansi partai dengan kehidupan.
Hal yang kita khawatirkan adalah pengikisan sama sekali kepercayaan terhadap parpol sampai ke titik nol. Jika ini sudah terjadi, runtuhlah salah satu pilar sistem demokrasi yang kita sepakati. Prosedurnya berjalan, pemilihan umum berlangsung, partai tertentu jadi pemenang, dan figur tertentu terpilih. Namun, legitimasi sosial-politik kian rendah karena partisipasi masyarakat kian susut.
Kehancuran trust pada infrastruktur politik akan memperburuk perjalanan bangsa ini yang sejak lama mengalami pengikisan kepercayaan terhadap hukum. Takkan ada lagi kepercayaan untuk saling berbagi peran di antara komponen bangsa. Tak ada lagi masyarakat madani. Secara teoretis, situasi ini akan membawa kita pada ketidakefektifan langkah bersama menuju kesejahteraan--dalam model pembangunan apa pun.
Di sisi lain, kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi berbalut partai memberikan suntikan kepercayaan baru. Volume transaksi KPK, misalnya dalam jumlah kasus yang mereka tangani, memang rendah. Namun, dengan tingkat kekhususan pekerjaannya yang tinggi, apa pun yang KPK lakukan dapat dengan mudah menyedot perhatian.
Jadi, tak ada gunanya parpol-parpol menyalahkan KPK atas fokusnya lembaga itu pada kasus-kasus tertentu. Lembaga ini memang harus memilih kasus-kasus berdampak besar untuk mendapatkan efek pencegahan dan pemberantasan yang besar pula. Lembaga ini pada akhirnya tebang pilih, tetapi bukan berarti diskriminatif. Janganlah merusak trust hukum demi menyelimuti kerusakan trust diri.
Dalam situasi hukum yang tampak tak terkendali, langkah KPK membongkar kasus-kasus korupsi berbalut politik telah memulihkan sebagian kapasitas negara. KPK berhasil mewakili lingkup kewenangan negara yang paling dasar, yaitu penegakan hukum serta kontrol terhadap korupsi dan suap. Tindakannya yang memenuhi rasa keadilan masyarakat menjadikannya lembaga anutan dalam revolusi mental.
Situasi telah menyeret kita pada pemafhuman terhadap suap, permainan tender, dan rekayasa anggaran demi pembiayaan ide-ide partai. Revolusi mental menjadi penting karena perubahan cara pandang yang amat lambat gagal menghentikan praktik-praktik korupsi. Partai-partai cenderung membiarkan penyimpangan karena kelazimannya yang tinggi membuat korupsi tampak sebagai barang abu-abu, bahkan terasa putih.