REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*
Pembukaan Pesta Olahraga Benua Asia Asian Games 2018 di Gelora Bung Karno, Jakarta, begitu megah dan luar biasa. Spontan rasa bangga muncul, melupakan sejenak hiruk pikuk pendaftaran pilpres yang melelahkan. Saatnya mendukung mereka yang berjuang di pertempuran sesungguhnya. Menjadi terbaik di Asia.
Bagi umat Islam, olahraga bukanlah hal yang asing. Olahraga dalam peradaban Islam identik dengan melatih tubuh, pikiran, dan jiwa. Semangat olahraga dihubungkan dengan menjunjung tinggi moralitas serta berlaku jujur dan sportif.
Dalam tulisan yang dimuat di Islam Digest Republika dipaparkan, begitu besar kontribusi peradaban Islam di masa lampau untuk perkembangan olahraga. Saat ini contohnya, semua orang mengasosiasikan olahraga kriket dengan Inggris.
Sesungguhnya kriket berasal dari India bagian utara, sekitar tahun 700 Masehi. Olahraga tersebut kemudian mencapai puncak popularitasnya ketika Inggris mengadopsi kriket sebagai olahraga mereka.
Selain kriket, olahraga polo pun sebenarnya berasal dari Persia dan Afghanistan. Terdapat beberapa manuskrip memperlihatkan Muslim di era tersebut sangat menyukai olahraga polo.
Rasulullah pun merupakan pemanah handal dan memiliki tiga busur. Memanah pada zaman Rasulullah menjadi kemahiran yang lazim dimiliki seorang Muslim. Sahabat Sa'ad bin Abi Waqas dikenal sebagai pemanah juga andal.
Pada zaman Rasulullah juga dikenal olahraga gulat di kalangan pemuda. Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid menjadi dua tokoh yang penah disebut beradu gulat.
Ali bin Abi Thalib terkenal karena ketangkasannya menggunakan pedang di medan tempur dengan pedanganya yang terkenal, Dzul Fiqar. Sampai Rasulullah memujinya, tidak ada pedang yang setera dengan Dzul Fiqar dan tidak ada pemuda yang setangkas Ali bin Abi Thalib dalam menggunakan pedang.
Pada zaman kejayaan Islam (antara tahun 750-1924), kekuatan para prajurit Islam benar-benar tertumpu pada keahlian berkuda, memanah, dan berenang. Piawai dalam berenang ternyata mampu mengantarkan pasukan Turki Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad al-Fath merebut Konstatinopel pada abad ke-14.
Saat ini, Olahraga memanah dan berkuda kini sedang digemari oleh masyarakat, terutama di perkotaan. Banyak komunitas memanah dan berkuda didirikan atas dasar untuk mengikuti sunah. Dengan niat yang sama, para Muslimah pun giat berenang di kolam-kolam khusus Muslimah dengan burkini.
Saya melihat ini perkembangan yang bagus, artinya segala keterbatasan fasilitas bisa digeliatkan sendiri. Kita lihat pada perlombaan 17 Agustusan, mulai dari catur, bulu tangkis, voli, sepak bola, dan lainnya, begitu tinggi antuasiasme warga.
Artinya apa, kalau memang ada momentumnya dan kompetisinya, saya kira harapan untuk bersaing dengan raksasa Asia dan dunia lainnya bakal tercapai. Sudah saatnya cabang lain unjuk gigi, tak hanya mengandalkan cabang langganan medali.
Mulailah merintis cabang lain. Bagaimana memulainya? ya kenalkan kepada masyarakat. Fasilitasi. Beri kompetisi.
Di masa Rasulullah, umat Islam terlibat pada situasi dan kondisi waktu itu yang kerap terjadi peperangan. Ini membuat Rasulullah dan pasukannya agar selalu bersiap diri. Pasukan dipersiapkan oleh Nabi untuk menghadapi kebutuhan sosial saat itu.
Kala itu, setiap orang dimana pun berada harus siap berperang.
Rasulullah sangat sering mengadakan lomba gulat dibandingkan memanah, berkuda, dan berenang. Setelah itu, ketika melakukan perjalanan, sering kali mereka berpacu berebut siap yang paling cepat.
Bahasa sederhanaya, Rasulullah sukses memasyarakatkan olahraga. Begitulah kira-kira. “Al-Aql salim fi al-jism al-salim,” demikian ucap orang bijak. Akal yang sehat terletak pada tubuh yang sehat. Selamat berolahraga.
*) Penulis adalah redaktur republika.co.id