REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Hafil*
Sebenarnya, pemerintah kita dalam waktu tiga tahun terakhir (2016-pertengahan 2019), bisa menekan angka kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di beberapa wilayah yang memiliki lahan gambut. Bahkan, keberhasilan ini membuat beberapa negara di ASEAN mengucapkan terima kasihya kepada Pemerintah Indonesia karena negara-negara jiran Indonesia menikmati langit biru sepanjang tahun.
Sebelum 2016, hampir setiap tahun pada musim-musim panas, sejumlah negara tetangga kita harus menerima 'kiriman' asap dari Sumatra dan Kalimantan. Para pemimpin negara-negarat tersebut pun mengirimkan surat protesnya kepada Pemerintah Indonesia. Puncaknya, pada tahun 2015 di mana kejadian karhutla itu sangat parah karena mengirimkan asap yang sangat banyak dan lama ke negeri-negeri mereka.
Beberapa langkah yang dilakukan selama 2016 sampai menjelang pertengahan tahun 2019 untuk menekan karhutla adalah, dengan mendirikan Badan Restorasi Gambut (BRG). Lembaga yang diberi waktu sejak awal 2016 hingga 2020 itu ditugaskan untuk merestorasi dua juta lahan gambut yang rusak akibat karhutla. Selain itu, badan ini memberikan bantuan kepada masyarakat untuk membangun sekat kanal dan edukasi lainnya agar tak ada lagi pembukaan lahan dengan cara membakar.
Kemudian, langkah berikutnya adalah dengan menegakkan hukum kepada para pelaku pembakar hutan dan lahan. Dan puncaknya adalah dengan ancaman tembak di tempat oleh aparat keamanan kepada para pelaku pembakar hutan dan lahan pada 2018. Di mana pada saat itu, presiden pun ikut mengancam pemecatan kepada para pejabat pemerintahan maupun keamanan jika daerahnya terjadi karhutla. Maklum, pada 2018 itu sedang di adakan hajat olahraga se-Asia yaitu Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang.
Namun, keberhasilan itu sepertinya membuat terlena para pemangku kepentingan terkait. Indikasinya adalah pada Agustus-September 2019 ini terjadi karhutla di Sumatra dan Kalimantan yang cukup parah.
Menurut penulis, hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh perhatian para pemangku kepentingan terkait seperti pemerintah pusat, daerah, maupun aparat keamanan yang tidak lagi terfokus. Kita tahu, pascaAsian Games 2018 hingga saat ini, negeri kita disibukkan dengan berbagai macam agenda politik.
Yaitu, pemilu, pilpres, dan dinamika yang terjadi di dalamnya. Di antaranya, terjadinya kericuhan di berbagai daerah yang mengancam keutuhan bangsa.
Selain itu, terjadi pula berbagai peristiwa yang membuat fokus perhatian pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait terbelah. Kita tahu, belum lama ini juga terjadi kericuhan dan isu disintegrasi dari Papua.
Apalagi, tidak sampai satu bulan lagi kabinet di pemerintahan kita akan dirombak. Lagi-lagi, ini membuat perhatian para pemangku kepentingan terkait tak terlalu memfokuskan masalah karhutla.
Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan dari pembakaran lahan. Baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oknum masyarakat. Mereka mencari celah dari kesibukan pemerintah dan aparat di tahun politik ini. Sehingga, agenda mereka mencari keuntungan dari membakar lahan bisa berjalan lancar. Namun, hanya mereka yang mendapat untung sementara yang paling merasakan penderitaannya adalah rakyat.
Sebaiknya, sekarang penindakan dan penangananan karhutla kembali difokuskan. Ini bukan saja karena untuk menjaga harkat dan martabat pemerintah dan aparat, tetapi juga untuk keberlangsungan hidup rakyat banyak. Terutama, mereka yang tinggal di lahan-lahan sekitar gambut maupun yang terdampak asap dari lahan tersebut.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id