REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwi Murdaningsih*
Kereta Api Indonesia (KAI) sedang berbenah kembali. Penulis menyebutnya KAI sedang melakukan 'revolusi' jilid kedua.
Kapan revolusi jilid pertamanya? Revolusi jilid pertama, penulis anggap ketika Dirut KAI Ignasius Jonan pada saat itu melakukan banyak perubahan dalam operasional kereta api.
Apa saja perubahannya? Yang paling terasa bagi penulis adalah tidak ada lagi tiket tanpa tempat duduk.
Penulis sempat mengalami, dulu sekitar tahun 2011 perjalanan dari Semarang menuju Jakarta dengan kereta api Tawang Jaya. Tiket kereta dibeli di stasiun Tawang.
Ketika penulis mendapatkan tiket, tidak ada nomor bangku atau gerbong yang tertera. Apa artinya? Semua penumpang berebut tempat duduk. Bisa dibayangkan semrawutnya?
Berebut naik KRL saja kadang terlihat mengerikan meski perjalanan hanya 30 menit. Berebut tempat duduk untuk perjalanan jarak jauh bisa jadi lebih epic.
Penulis pun berusaha berebut tempat duduk. maklum perjalanan Semarang-Jakarta lumayan lama. Mau lima jam berdiri? Ya kalau tidak dapat tempat duduk tentu itu pilihannya. Berdiri, kalau capek ya duduk di lorong kereta. Kebetulan saat itu penulis termasuk yang duduk di lorong kereta.
Bukan hanya itu saja, pedagang masih boleh masuk di dalam kereta. Di antara mereka-mereka yang duduk di lantai kereta, banyak pedangan yang dengan lantangnya menawarkan berbagai jajanan di kereta. "Pecel.. pecel..." Silakan dibayangkan rumitnya naik kereta api saat itu. (Rumit tapi happy-happy saja saat itu)
Alhamdulillah, itu sudah berlalu. Kini penumpang kereta bisa naik dengan amat sangat nyaman. Semua gerbong sudah ber-AC. Dulu Boro-boro ber-AC!. Penumpang kini sudah bisa pesan jauh-jauh hari. Dengan berbagai aplikasi pula. Dulu, kalau mau naik kereta ya harus beli tiket di stasiun.
Bersyukurlah bagi para penumpang yang sudah melewati revolusi KAI jilid pertama. Hmm, tapi soal harga tiket juga berevolusi. Soal harga memang relatif tapi kini agak sulit mencari tiket kereta dengan harga miring..
Perubahan yang mencolok lainnya ada pada anak usaha PT KAI yakni PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). KCI melarang para atapers pada kereta komuter Jabodetabek. Mereka-mereka yang naik KRL di atap kereta sudah tidak boleh lagi.
Kini, akan ada perubahan yang penulis anggap sebagai revolusi KAI jilid dua. Kementerian Perhubungan memastikan nantinya kereta api jarak jauh tak lagi dilayani di Stasiun Gambir.
Untuk mencapai hal tersebut, banyak proses yang perlu diselesaikan terlebih dahulu, khususnya proyek jalur dwiganda di Stasiun Manggarai.
Stasiun Manggarai akan dibuat tiga jalur. Semula, di Stasiun Manggarai terdapat tujuh jalur aktif untuk melayani perjalanan kereta api dari enam arah.
Ketujuh arah tersebut, yaitu jalur utama Jakarta Kota-Lintas Utama Jawa, KRL Jakarta Kota-Bogor, KRL Jakarta Kota-Bekasi, KRL Jatinegara-Bogor, KRL Feeder Duri-Manggarai, dan Lintasan Angkutan Barang Merak-Citayam-Nambo serta Sukabumi-Kampung Bandan.
Semua operasi tersebut berada dalam satu bidang sehingga terjadi antrean untuk memasuki Stasiun Manggarai. Antrean mengganggu kelancaran arus penumpang dan barang karena jumlah penumpang kereta api terus meningkat.
Stasiun Manggarai nantinya dibuat bertingkat yang merupakan bagian dari proyek dwiganda untuk pemisahan jalur sehingga mengurangi antrean kereta masuk. Nantinya, Stasiun Manggarai akan diatur memiliki tiga jalur.
KA jalur utama akan berakhir di Stasiun Manggarai dan sebagian di Stasiun Pasar Senen. Dengan begitu, KRL tidak berpotongan dengan KA jalur utama di lintas tengah Manggarai-Kota.
Kedua, yaitu KA jalur utama akan terpisah dengan KRL dari Bekasi dengan dibangunnya jalur dwiganda dari Manggarai-Bekasi. Lalu ketiga, KRL Bekasi akan terpisah dengan KRL dari Bogor.
KRL Jakarta-Bogor akan berada di lantai tiga Stasiun Manggarai, sedangkan Bekasi-Tanahabang-Jatinegara berada di lantai satu Stasiun Manggarai. KA Bandara akan beroperasi di lantai satu dengan rute Manggarai-Duri-Batuceper-Bandara Soekarno-Hatta.
Perubahan yang diwacanakan ini sepertinya juga agak rumit. Tapi, dengan berbagai revolusi dan perbaikan yang pernah dilakukan oleh KAI, penulis merasa antusias dan penasaran melihat seperti apa nanti wajah Stasiun Manggarai dan wajah perkeretaapian ketika kereta semua kereta sudah berpusat di Manggarai.
Semoga penataan yang dilakukan membuat pengguna jasa lebih terlayani dengan baik.
*) penulis adalah wartawan republika.co.id