Jumat 14 Nov 2014 06:00 WIB

Menteri Susi yang Fenomenal

Nasihin Masha
Foto: Republika/Daan
Nasihin Masha

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nasihin Masha

Matanya selalu berbinar dan tajam. Pertanda cerdas dan percaya diri. Suaranya ngebas, pertanda perokok berat. Rambutnya selalu diikat di belakang, di bagian depan dibiarkan tak rapi. Pertanda energik. Langkahnya pun cepat. Pertanda gesit dan cekatan.

Itulah Susi Pudjiastuti, menteri kelautan dan perikanan. Susi adalah menteri yang paling fenomenal, dilihat dari kontroversi personalnya maupun gebrakan awalnya.

Selama ini publik lebih mengenal Susi sebagai pemilik maskapai penerbangan Susi Air. Ia juga dikenal sebagai pemilik usaha perikanan, terutama lobster. Nama Susi juga banyak disebut ketika ada musibah tsunami Aceh. Namanya sangat harum. Bagi publik yang pernah berhubungan dekat dengan Susi pasti akan banyak mengenal pribadi Susi. Susi adalah fenomena khas anak reformasi, seperti halnya Jokowi, sang presiden.

Walau bisnisnya sudah dilakukan selama 25 tahun, tapi reformasi telah melahirkan apa pun, termasuk melejitkan usaha dari sudut Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Susi tak pernah menutupi simpatinya kepada PDIP dan kedekatannya dengan Megawati Soekarnoputri.

Susi berijazah SMP. Pendidikannya terhenti saat kelas dua SMA di Yogyakarta. Ada musibah. Kepalanya terbentur saat terjatuh. Namun, langkahnya untuk berhenti sama sekali dari sekolah tak urung membuat ayahnya sewot. Susi mengaku tak diajak bicara oleh ayahnya selama satu tahun. Jenjang pendidikan inilah yang sempat mencuatkan tanggapan miring.

Namun, banyak orang sukses yang tak lulus perguruan tinggi. Apalagi, teman SMA-nya yang bergelar profesor di perguruan tinggi ternama bertestimoni bahwa Susi sudah mahir berbahasa Inggris sejak SMA, bahkan biasa melahap buku-buku berat sejak SMA. Saat presentasi di depan para pemimpin redaksi, Susi tak bisa menutupi bahwa ia lebih fasih mengekspresikan ide-idenya dalam bahasa Inggris. Bukan “Inggris-Jawa” atau “Inggris-Indonesia”, susunan kalimatnya benar-benar seperti orang yang sejak lahir berbahasa ibu bahasa Inggris. Banyak orang yang pernah tinggal lama di luar negeri tapi bahasa Inggrisnya tetap saja Inggris-Indonesia-sesuatu yang wajar sebetulnya.

Orang tuanya bukan termasuk miskin. Ayahnya, H Ahmad Karlan, pensiunan PNS. Ibunya, Hj Suwuh Lasminah, adalah anak H Ireng yang dikenal memiliki banyak tanah. Tak heran jika Susi bisa memilih sekolah terbaik di Yogyakarta, SMAN 1, dan bukan di Pangandaran.

Susi adalah anak pertama dari empat bersaudara, ia juga memiliki saudara tiri. Sebelum menikah dengan ibunya, H Karlan adalah duda. Namun, saat merintis usahanya, Susi tak menggantungkan pada kekayaan orang tuanya. Ia membanting tulang. Performa tubuhnya dan rahangnya menunjang Susi menjadi “wanita macho”.

Ia mengendarai sendiri truk ikannya di jalanan pantura, saat ia boyongan bersama anaknya ke Cirebon-setelah pernikahannya yang pertama kandas. Pernikahannya yang kedua pun-dengan pria bule-kandas. Ia tipikal wanita mandiri dan petarung. Garis di wajahnya menunjukkan dirinya sebagai orang yang keras pada pendirian.

Cara jalan, gerak tubuh, dan gaya bicaranya menunjukkan bahwa ia orang yang cuek. Tak mengherankan jika kemudian ia mengukir betis kanannya dengan tato. Sebuah lukisan bergambar burung phoenix. Tato itu dibuat di Bali. Merokok dan bertato adalah kontroversi yang mengusik perasaan publik.

Bagi sebagian orang, merokok itu bukan simbol yang baik. Iklan rokok pun diembeli ancaman penyakit dan gambar organ tubuh yang rusak akibat merokok. Karena itu, ketika ia tertangkap merokok di Istana, itu menjadi berita besar. Ia lupa bahwa dirinya sudah menjadi pejabat.

Bagi para pendukungnya, ia dibela dengan menjajarkan Susi dengan figur korup seperti Ratu Atut yang bahkan berjilbab. Sesuatu yang tak bijak dan sama sekali keluar dari konteks. Publik berhak menuntut kesempurnaan dari para pejabatnya. Salah satu faktor paling penting dalam membangun masyarakat adalah hadirnya keteladanan. Keteladanan selalu dekat dengan tuntutan kesempurnaan. Kita bersyukur bahwa kemudian Susi menyatakan akan menghilangkan kebiasaan merokoknya di depan umum. Ia juga lebih sering bercelana panjang untuk menutupi tatonya.

Namun, Jokowi tentu memiliki alasan mengapa memilih Susi. Jokowi atau mungkin Megawati sadar atas pilihannya ini. Nama Kabinet Kerja sangat sahih dinisbatkan ke Susi. Ia model ideal untuk kerja keras. Susi pun membuktikannya. Ia menghibahkan gajinya sebagai menteri untuk premi asuransi nelayan.

Menurutnya, problem perikanan adalah illegal fishing, unreported fishing, dan unregulated fishing. Ia juga mencatat Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang mengizinkan lautnya dipanen nelayan asing. Di sini pun ada ironi. Nelayan kecil dikenakan banyak pungutan, untuk nelayan asing malah sebaliknya. Mereka hanya dikenakan pungutan Rp 8.000 per gross ton. “Lebih murah dari rokok saya,” kata Susi.

Ada ribuan kapal asing yang berkeliaran di laut Indonesia. Mereka dari Thailand, Taiwan, Vietnam, Cina. Tak heran jika pendapatan dari sini hanya Rp 250 miliar per tahun. Ia menargetkan untuk naik 508 persen, menjadi Rp 1,277 triliun. Ia juga melakukan moratorium kapal asing. Kita berharap Susi akan menggebah nelayan asing dari laut Indonesia.

Ada terlalu banyak ironi dalam pengelolaan laut kita: regulasi yang menguntungkan nelayan asing dan menghisap nelayan lokal, jumlah kapal patroli milik TNI dan Polri terlalu sedikit dan yang bisa operasi pun cuma 30 persen (itu pun digunakan secara bergilir), penegakan hukum yang lemah, subsidi BBM nelayan sebagian sangat besar diambil nelayan asing, jumlah kapal asing lebih banyak dari yang diizinkan. “Kita kasih mati orang kita sendiri,” katanya geram.

Susi yakin jika dikelola dengan baik, pendapatan negara dari laut bisa menggantikan pendapatan dari migas. Ia akan bekerja dengan cara yang ia biasa lakukan. Menurutnya, kini bukan saatnya lagi rezim anggaran tapi rezim kerja. Susi mengaku tak menerima amanat sebagai menteri jika bukan karena faktor Jokowi.

Kitab Assiyasatus-Syar'iyyah fi Ishlahir-Ra'iy war-Ra'iyah adalah kitab paling penting dalam khazanah Islam tentang politik. Kitab karya Ibnu Taimiyah ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Bulan Bintang dengan judul Pedoman Islam Bernegara. Ia membuka bukunya dengan judul kepemimpinan. Pada bagian ini ia menekankan tentang pentingnya kecakapan dalam mengangkat seseorang. Jika pengangkatan itu atas dasar kedekatan maupun harta, sesungguhnya itu adalah pengkhianatan. Jabatan juga jangan diberikan kepada orang yang menuntut jabatan itu.

Memilih yang cakap pun tak mudah. Karena itu, Ibnu Taimiyah mengusulkan untuk memilih yang terbaik dari yang ada. Pilihlah yang lebih utama sesuai jabatannya, dengan dua rukun: kuat dan bisa dipercaya. Kata kuat bisa disesuaikan dengan jenis bidangnya. Jika masih sulit mendapatkannya, carilah yang paling bisa memberikan manfaat di bidang yang akan dipimpinnya.

Pada akhirnya, semuanya menjadi sempurna jika kita mengetahui motif dan metode yang akan dilakukan seorang pemimpin. Di sinilah pentingnya visi kita dalam berbangsa dan bernegara. Jokowi sudah mencanangkan Trisakti dan Nawacita. Mari kita nilai para menteri ini atas dasar ideologi (motif dan metode) ini.

Susi, buktikan bahwa Anda adalah pilihan terbaik bagi negeri ini, yang memberi manfaat bagi khalayak. Amanah ini adalah jalan menuju kesempurnaan dan keteladanan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement