Sabtu 19 Nov 2016 07:00 WIB

Merenungi Lidah

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Apakah faktor kebetulan saja Allah menciptakan manusia dengan dua mata, dua telinga, dan hanya satu mulut?

Tidak ada ketidaksengajaan dalam penciptaan, semua dibuat sesuai rencana, disertai maksud. Dari penciptaan manusia, kita melihat betapa Allah memberi pesan tersirat agar manusia banyak mendengar, melihat, serta belajar dari apa yang menyapa panca indra, dan yang  terpenting, memilih lebih sedikit berbicara.

Apa yang kita dengar dan lihat hanya berimbas pada diri pribadi. Akan tetapi begitu mulut terbuka, dan lidah digerakkan,   pengaruhnya akan besar pada lingkungan. Sebab lidah lebih tajam dari pedang. Sebilah pedang bisa melukai dan  diperlukan waktu  beberapa bulan untuk memulihkan. Namun luka yang disebabkan ketajaman lidah melahirkan sayatan dalam yang sangat mungkin abadi.

Tidak hanya itu, sepotong lidah sanggup menggerakkan ribuan pedang dan jutaan peluru ke medan perang. Dengan lidah, Hitler  mengobarkan perang Dunia ke-2 yang menelan korban hingga puluhan juta nyawa. Dengan lidah pula Winston Churchil  berhasil mengajak Amerika untuk bersekutu mengalahkan Axis.

Meski demikian lidah pun bukan kekuatan yang mudah dikendalikan. Mulutmu harimaumu. Jika seseorang sanggup mengendalikan seekor harimau, nyaris tidak  ada manusia akan   berani mendekat, atau terpancing melawan. Akan tetapi begitu harimau lepas kendali, tidak mustahil  yang bersangkutan sendiri menjadi korban.

Lidah  menjadi senjata makan tuan. Sebagaimana pepatah: Karena mulut badan binasa, karena mulut kepala terpenggal.

Suatu saat, Umar bin Khattab yang melihat Khalifah Abu Bakar berusaha menarik lidah dengan tangannya, serta-merta bertanya,

"Wahai Khalifah, apa yang engkau lakukan?"

"Ini (lidah) mendatangkan padaku jalan kebinasaan."

Sang Khalifah paham, ketidakmampuan menjaga lidah bisa menyebabkan manusia terjerumus ke  neraka. Sebagimana sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa menjamin bagiku apa yang di antara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang di antara dua kakinya (kemaluan), niscaya akan aku jamin baginya surga."

Lidah tidak bertulang. Bagian tubuh ini memang dirancang elastis, mudah bergerak dengan leluasa. Bisa menyampaikan hal baik ataupun  buruk. Semua tergantung pemiliknya.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata, lidah orang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya. Sederhananya, orang bodoh berkata dulu baru berpikir, orang pintar berpikir sebelum memutuskan mana yang harus disampaikan dan mana yang tidak.

Dalam ungkapan lain, khalifah keempat ini juga menyampaikan, al-lisanu mizan al-insan, lisan adalah ukuran kemanusiaan. Apa yang terucap merupakan cerminan dari apa yang ada di dalam pikiran. Mungkin mirip analogi, apa yang keluar dari teko tergantung isi teko tersebut.

Karenanya Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaklah ia bertutur kata yang baik, atau lebih baik diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diam adalah emas, kecuali ada kata-kata baik untuk diucapkan.

Terkait ini, Lukman Al Hakim pernah diminta menyembelih kambing dan  memilihkan  bagian terbaik dari hewan tersebut untuk tuannya. Lelaki bijak itu memberikan lidah dan qalbu (hati).

Lalu  Lukman Al Hakim diminta menyembelih kambing sekaligus memilih bagian terburuk dari hewan tersebut untuk tuannya. Lelaki bijak itu sekali lagi memberikan lidah dan qalbu (hati).

Sang majikan yang heran kemudian bertanya  alasan Lukman memberikan organ yang sama ketika diminta memisahkan bagian terbaik dan  terburuk dari  kambing yang di sembelihnya.

Lukman menjelaskan tidak ada sesuatu yang lebih baik dari  lidah dan qalbu, jika  keduanya baik, dan tidak ada sesuatu yang lebih buruk, jika keduanya buruk.

Pada akhirnya, merupakan kemestian bagi siapa saja untuk terus belajar menata lidah dan hati sepanjang hidup, agar  terjaga  sampai ke surga. Sebab kegagalan menjaga keduanya, akan  melemparkan seorang hamba dalam jurang kehinaan di dunia dan akhirat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement