REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bambang Soesatyo (Bamsoet)*
Tertangkapnya kembali kapal penyelundup Narkoba jenis Shabu dan Ekstesi sebanyak 1,6 Ton, mengingatkan saya pada perjalanan yang sangat berkesan beberapa minggu lalu bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto ke Batam untuk melihat langsung tangkapan anak buahnya yang bekerja sama dengan BNN, Polri dan Bea Cukai.
Jenderal bintang empat yang satu ini tidak hanya cerdas dan humble. Dia juga cepat beradaptasi dengan perubahan situasi sehingga membuatnya mudah berbaur dan langsung komunikatif dengan siapa saja. Saya tak tahan untuk menuliskan pengalaman dan kesan mendalam ketika melakukan perjalanan kerja bersamanya selama 12 jam sepanjang hari Minggu, 11 Februari 2018 yang lalu.
Segala sesuatunya tidak direncanakan. Hingga Sabtu, 10 Februari 2018 siang, saya masih melaksanakan kegiatan menandatangani prasasti Green Campus di Pesantren Jagat Arasy, bersama Abah Gaos Pesantren Manaqib Peradaban Dunia di BSD, Tangerang. Usai kegiatan itu, saya masih menghadiri pertemuan dengan beberapa kolega dan senior saya seperti Hariman Siregar, Aryadi Achmad, A Yani, Djoko Edhi meresmikan kantor baru media online milik Aryadi Achmad di kawasan Harmoni.
Jelang petang, saya menerima pesan dari ajudan Panglima TNI bahwa jika berkenan panglima TNI akan mengundang ketua DPR RI untuk melakukan kunjungan kerja bersama dengan kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso, Kapolri Jend Tito Karnavian besera jajaran utamanya ke Batam.
Dengan santun, sang ajudan mengaku diperintah Panglima TNI untuk menjajaki ketersediaan waktu saya sepanjang hari Ahad besoknya, dan kemungkinan untuk melakukan perjalanan kerja. Ajudan tersebut juga menjelaskan bahwa Panglima akan melihat langsung hasil penyergapan anak buahnya atas Kapal MV Sunrise Glory yang membawa satu ton narkotika jenis Sabu.
Setelah coba memahami tujuan undangan mendadak itu, saya memastikan ikut rombongan Panglima TNI. Bagi DPR ini Kehormatan besar untuk secara bersama-sama melihat langsung kinerjasitas atau kerjasama TNI, Polri, BNN dan Bea Cukai dalam memerangi para penyeludup narkoba yang membahayakan masa depan anak-anak bangsa.
Saya pun memastikan datang menerima tawaran tersebut di Landasan Udara Militer AU Halim Perdana Kusumah pukul 07.00 WIB minggu pagi.
Seperti diketahui, kapal MV Sunrise Glory di sergap KRI Sigurot-864 pada Rabu 7 Februari 2018 di Perairan Selat Philips. KRI Sigurot-864 yang sedang melakukan operasi pengamanan perbatasan RI-Singapura 2018 BKO Guskamlabar melihat Kapal Sunrise Glory melintas di luar Traffic Separation Scheme (TSS) dan masuk perairan Indonesia. Pergerakan kapal berbendera Singapura ini mencurigakan sehingga disergap pada koordinat 01.08.722 U/103.48.022 T.
Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa kapal Sunrise Glory merupakan target operasi TNI AL yang diberikan ke Armabar di Guskamlabar. Tak hanya itu, dari pemeriksaan muatan kapal, Prajurit TNI AL menemukan narkotika jenis sabu yang diperkirakan mencapai satu ton.
Dari catatan kasus ini, semakin mahfumlah saya bahwa Panglima TNI mengundang Ketua DPR karena ingin menunjukan hasil sinergitas TNI, Polri, BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. Selain itu, Panglima TNI juga ingin memberi pesan kepada segenap masyarakat kalau TNI tidak pernah tinggal diam ketika Indonesia sudah dijadikan ‘pasar tujuan’ penyelundupan sabu oleh sindikat narkotika internasional.
Saya juga menangkap ajakan Panglima TNI kepada DPR untuk membangun sinergi. Pada jabatan masing-masing, kami berdua bisa disebut orang baru. Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 8 Desember 2017. Sedangkan saya baru dilantik sebagai ketua DPR pada 15 Februari 2018. Namun, Marsekal TNI Hadi bukan orang baru di Kantor Presiden mengingat dia pernah menjabat Sekretaris Militer Presiden sejak Juli 2015. Setahun lebih pada jabatan itu, dia kemudian dilantik menjadi Irjen Kementerian Pertahanan pada November 2016. Hanya tiga bulan pada jabatan Irjen Kemenhan, presiden kemudian menugaskan Hadi pada jabatan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).
Minggu pagi itu, saya datang lebih awal ditemani Syahroni Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem bersama Kepala BNN Budi Waseso (Buwas), Kabarekrim Komjen Pol Ari Dono dan Kabais TNI dan beberapa jajaran petinggi Angkatan Laut di ruang tunggu VVIP. Rupanya Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berhalangan ikut.
Tak lama kemudian Panglima TNI muncul dari kediaman dinasnya yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari ruang tunggu Lanud. Setelah menerima penjelasan singkat dari Kepala BNN Buwas yang bercerita hampir saja tangkapan tersebut lepas karena petugas lapangan yang dipimpin Panglima Armada Barat TNI AL dan Deputi Pemberantasan BNN Mayjen Pol Arman Depari terkecoh dengan kepiawaian para penyelundup menyembunyikan puluhan karus berisi kristal Sabu tersebut.
Tepat pukul 08.00 WIB rombongan pun bertolak dari Landasan Udara (Lanud) Halim Perdana Kusuma Jakarta bersama sejumlah wartawan cetak, elektronik dan televisi.
Sebelum memasuki kabin pesawat, saya sempat berseloroh dengan memuji pesawat TNI AU yang akan menerbangkan rombongan. “Ternyata, yang bagus bukan hanya pesawat Kepresidenan. Pesawat TNI AU ini pun sangat layak melayani perjalanan Kepala Negara.” Pujian ini pun diiyakan Panglima TNI. Sebagai tambahan informasi kepada DPR, Panglima TNI menjelaskan bahwa TNI AU selalu menyiagakan beberapa pesawat yang bisa digunakan kepala negara setiap saat manakala dibutuhkan.
Diselingi percakapan ringan selama penerbangan itu, Panglima TNI dan Kepala BNN memberi penjelasan kepada saya tentang daerah rawan penyelundupan narkoba, dan bagaimana Polri serta TNI mengantisipasi ancaman itu.
Buwas bercerita bahwa lembaganya mendapat informasi dari intelejen Cina bahwa sedikitnya ada 5 ton narkoba jenis sabu yang memasuki perairan Indonesia. Jadi, kalau hari ini tertangkap 1,6 ton dan sebelumnya 1 ton, berarti masih ada sekitar 2,4 ton yang belum terdektesi dan tertangkap.
Pada moment saling bercerita santai itu, saya merasakan betapa Panglima TNI berusaha meyakinkan DPR dan masyarakat bahwa pimpinan TNI sangat prihatin dengan tingginya arus penyelundupan, peredaran serta penggunaan narkoba di dalam negeri. Jenderal Hadi menegaskan bahwa negara harus //all out memerangi kecenderungan ini. Sebab, pada gilirannya, ketahanan nasional-lah yang akan menjadi taruhannya. Karena itu, militansi generasi muda jangan sampai digerus oleh narkoba.
Di tengah percakapan, kru kabin tiba-tiba meminta kami mengencangkan sabuk pengaman karena pesawat akan mendarat. Rombongan tiba di Bandara Hang Nadim Internasional Batam sekitar pukul 09.40 WIB. Setelah upacara penyambutan secara militer yang singkat di Bandara, rombongan langsung menuju Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IV, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, untuk menjumpai para prajurit TNI AL yang berhasil menyergap kapal pembawa satu ton sabu itu.
Kepada semua Prajurit TNI AL yang mengawaki KRI Sigurot-864, Panglima TNI membalas sikap hormat mereka dengan wajah sumringah. Dia ingin agar para Prajurit itu tahu dan paham bahwa negara mengapresiasi hasil kerja mereka. Bahkan, untuk menunjukan apresiasi itu, Panglima TNI tidak datang sendirian untuk menjumpai para prajurit, melainkan bersama Ketua DPR dan Kepala BNN. Cara yang dipilih Panglima TNI untuk menunjukan apresiasi negara atas pengabdian para Prajurit TNI AL itu terkesan begitu sederhana tetapi sangat menyentuh.
Setelah dialog dan tanya jawab singkat dengan semua prajurit, Panglima TNI kemudian berucap, “”Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada semua awak KRI Sigurot atas prestasi terbaiknya.” Memang, keberhasilan KRI Sigurot-864 menyergap kapal Sunrise Glory dengan muatannya itu adalah tangkapan besar. Sulit dibayangkan eksesnya jika satu ton sabu selundupan bernilai Rp.2 triliun itu lolos dan diedarkan di dalam negeri; entah berapa banyak lagi korban akan berjatuhan. Berdasarkan perhitungan BNN, daya rusak sabu sebanyak 1 ton itu akan bisa melanda 5 juta jiwa.
Jangan lupa bahwa menindak sepak terjang sindikat narkotika internasional di wilayah perairan bukanlah pekerjaan gampang. Saya diingatkan lagi oleh Kepala BNN bahwa “wilayah perairan selatan dan bagian timur Indonesia rawan penyelundupan narkoba karena banyaknya pelabuhan kecil. Karena faktor itulah BNN meminta dukungan TNI AL yang memiliki peralatan canggih untuk mendektesi kapal laut, Polri serta Ditjen Bea Cukai, untuk mengawasi wilayah perairan itu. “Saya minta kerja sama erat terus ditingkatkan. Khusus kepada TNI AL agar terus berkoordinasi dengan instansi terkait, terutama Polri, BNN, dan Bea Cukai,” tegas Panglima TNI.
Panglima TNI kemudian menyerahkan cendera mata dan piagam penghargaan kepada Komandan KRI Mayor Laut Arizzona Bintara beserta 12 awak kapal lainnya. Penghargaan juga diberikan kepada tim Western Fleet Quick Response (WFQR) Lantamal IV, BNN Batam, Kepolisian Daerah Batam, dan serta Bea Cukai Batam. Prajurit TNI AL juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan kenaikan pangkat. Tak ketinggalan, Kepala BNN Budi Waseso juga memberikan penghargaan.
Berita dari Sleman
Perjalanan menuju bandara untuk kembali ke Jakarta bertepatan dengan waktunya makan siang. Lokasi restoran tampaknya sudah diatur para ajudan Panglima TNI. Kami berhenti di sebuah restoran untuk santap siang. Terlihat sangat jelas kalau Panglima TNI berusaha menjadi tuan rumah yang mumpuni. Dia sendiri yang mempersilahkan anggota rombongan mengambil posisi duduk, kemudian menawarkan ragam menu makanan yang tersedia di restoran itu.
Tak lupa, dia juga memastikan bahwa aneka menu yang dipesan anggota rombongan telah dilayani.
Seperti biasa, santap siang itu juga diselingi obrolan ringan dan iringan lagu oleh penyanyi cantik dari atas panggung. Namun, tampak bahwa Panglima TNI berusaha menghabiskan hidangan di depannya lebih dulu. Ternyata, ada yang ingin dilakukan sang jenderal, yakni menghibur anggota rombongan yang masih asyik menyantap makan siang itu.
Setelah Kapolda Kepri tampil, sang panglima pemilik kumis yang simpatik itupun naik kepanggung menyanyikan dua buah lagu kekinian yang sangat menghibur.
Namun, suasana ceria itu tak berlangsung lama. Seorang ajudan mendekat dan melaporkan sesuatu. Rupanya, laporan tentang situasi pasca peristiwa penyerangan gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta. Setelah itu, giliran Panglima TNI yang memberi tahu saya tentang situasi terkini di lokasi peristiwa. Tampak bahwa saat itu juga Panglima TNI telah membuat keputusan untuk membelokan arah penerbangan kami; tidak langsung ke Jakarta, melainkan mampir ke Yogyakarta untuk kemudian mengunjungi gereja St Lidwina di Sleman itu. Panglima terlihat sigap namun tetap humble.
Saya pun teringat akan berita tentang kesigapan Jenderal Hadi merespons isyarat Presiden Joko Widodo semasa masih menjabat KSAU. Ketika meresmikan pesawat N219 sebagai pesawat Nurtanio di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, pada pekan kedua November 2017, acara itu dihadiri puluhan siswa sekolah dasar. Di tengah jalannya upacara, seorang siswa yang masuk angin muntah. Presiden yang melihat langsung kejadian itu memberi isyarat agar para ajudan segera memberi pertolongan.
Namun, isyarat Presiden itu tak segera direspons para ajudan. Justru KSAU Hadi Tjahjanto yang langsung menangkap isyarat dari Presiden. Dia langsung bergerak mendekati barisan siswa, menggendong pelajar yang sakit itu dan membawanya ke bagian belakang pesawat untuk diobati.
Maka, sebagai anggota rombongan Panglima TNI saat itu, kami pun harus sigap. Panglima TNI lagi-lagi meminta kesediaan saya dan Kepala BNN dan Kabareskrim Polri untuk bersama-sama menuju Sleman saat itu juga. Kami langsung sepakat, karena persoalannya bukan lagi bersedia atau tidak bersedia, tetapi itu sudah menjadi kewajiban kami. Bahkan, Kami merasa beruntung berada dalam pesawat TNI bersama di Panglimanya yang bisa diarahkan kemana saja sesuai keperluan. Jelang pukul 13.30, pesawat Take off menuju Yogyakarta.
Kami tiba di halaman Gereja St Lidwina pukul 16.10 WIB. Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono saya lihat juga tampak sibuk melakukan koordinasi dengan petugas lapangan dan Kapolda Jogyakarta. Setelah mendapatkan penjelasan singkat tentang peristiwa penyerangan dan penanganan perkaranya, kami masuk ke dalam gereja.
Panglima TNI kemudian memberi semangat kepada Polri untuk menuntaskan kasus ini. Dengan dorongan seperti itu, Panglima TNI pun kembali memberi pesan bahwa TNI mendukung Polri memberantas terorisme, bahkan siap membantu manakala diperlukan dalam menghadapi para pihak yang hendak mencoba memecah belah bangsa dan merusak kerukunan umat beragama di Indonesia.
Begitulah, setelah bertemu para pastor dan pendeta serta memberikan keterangan pers kamipun balik kanan menuju ke Lapangan Udara. Sebelum bertolak ke Jakarta, lagi-lagi kami dijamu makan petang di bandara dengan menu sayur lodeh dan satai kambing yang maknyus.
Pesawat akhirnya mendarat pukul 07.12 WIB dengan mulus di lapangan udara Halim perdana Kusuma diiringi hujan gerimis dan gelapnya malam.
Kamipun berpisah sambil berjanji akan melakukan kunjungan kerja bersama lagi ke beberapa titik rawan perbatasan Indonesia dengan beberapa negara tetangga.
Di dalam mobil yang membawa saya ke rumah, Saya tersenyum kecil mengingat betapa panglima sangat antusias menjelaskan soliditas dan kinerja TNI yang kini dipimpinnya itu terus meningkat dengan bahasa dan pilihan kata yang mudah dicerna di atas pesawat sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta. Tentu, dengan terus menerus melemparkan senyum. Baik ke arah saya maupun ke arah Buwas, Ari Dono dan Syahroni yang duduk bersebelahan. Sesekali sambil menyeruput teh dan mengunyah kacang rebus, Panglima TNI Jaman Now ini menyelipkan candaan-candaan anak muda yang membuat kita terus menerus tersenyum.
*) Penulis adalah Ketua DPR RI