Kamis 12 Apr 2018 10:15 WIB
Kisah ILC TV One dan Rocky Gerung

Apakah Kitab Suci Itu Fiksi?

Peradaban hancur dan berdarah karena tak memberi ruang untuk berbeda pandangan.

Denny JA, konsultan politik/pendiri LSI
Foto: Denny JA
Denny JA, konsultan politik/pendiri LSI

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Denny JA, Akademisi/Konsultan Politik

Bagaimana kita memahami diskusi di acara talk show ILC TV One, yang dipandu Karni Ilyas? Pembicara di acara itu, Rocky Gerung, kini resmi dilaporkan ke polisi oleh ketua Cyber Indonesia, Permadi Arya. Tuduhannya tak tanggung-tanggung: penistaan agama!

Akankah Rocky Gerung akhirnya meringkuk di penjara karena opininya dalam sebuah acara talk show yang disiarkan langsung? Ataukah kasus ini akan menguap saja ditelan waktu? Apa yang terjadi dengan kultur Indonesia? Mengapa begitu  banyak perdebatan dan opini yang kini dilaporkan ke polisi?

Kultur Indonesia memang belum sebebas di Inggris misalnya. TV One bukan BBC One. ILC bukan 'the Big Question'. Karni Ilyas bukan Nicky Campbel atau Keye Adams. Rocky Gerung memang bukan Richard Dawkins.

Di acara BBC One, talk show 'the Big Question' bebas saja menggelar pro kontra dengan tema apakah kitab suci (Bible) fiksi atau fakta (fiction or fact)? Apakah kitab suci (Bible) masih relevan atau tidak? Apakah Tuhan ada atau tidak? Richard Dawkins, arkeolog atau ilmuwan lain, santai pula menyatakan kitab suci itu fiksi atau fakta, dengan argumennya masing masing.

Berkali kali saya menonton talk show di BBC One itu. Betapa argumen dan bukti aneka kubu yang percaya atau tidak, yang pro dan kontra kadang meyakinkan, kadang tidak, kadang brilian, kadang biasa saja, kadang mengejutkan, kadang terduga dan datar saja.

Sepulang dari acara debat, para pembicara juga santai pula. Tak ada ancaman dilaporkan ke polisi atau masuk penjara karena opininya. Setelah acara, publik di Inggris juga santai pula. Yang percaya pada agama, kitab suci, Tuhan terus saja melakukan aktivitas keyakinannya. Yang tak percaya bebas pula terus beropini.

Bagi sebagaian acara itu menambah pengetahuan. Bagi yang lain hanya hiburan. Bagi yang satu, itu pencerahan. Bagi lainnya, itu kritik. Tapi 'live is going on'. Semua kembali pada kegiatan rutin masing masing.

Berdiskusi secara santai, bebas pro dan kontra di Inggris, juga di peradaban barat umumnya, tentu buah yang panjang. Di abad pertengahan, Eropa justru tercatat sebagai wilayah paling berdarah untuk urusan opini soal agama. Beda pandangan dengan doktrin resmi gereja dapat membuat seseorang dibakar hidup hidup.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement