Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveler dan Penulis Buku
Banyak hal tak terduga yang akan kita temui dalam perjalanan. Seperti halnya perjalanan saya ke Uzbekistan kali ini.
Atas lobi yang dilakukan Sanjar, kandidat doktor bahasa Indonesia sekaligus local guide yang menemani saya dan Lambang (suami saya), Imam Besar Mufti kota Samarkand, Eshonqulov Zayniddin Sadriddin Ugli, bersedia menerima audiensi saya. Di kantornya yang berada di kompleks makam Imam Bukhari.
Kita bertiga segera masuk ke ruangannya yang luas. Begitu masuk, terlihat hiasan kaligrafi tergantung di dinding dan beragam plakat penghargaan berderet rapi di dalam lemari kaca.
Meja kerja imam berada di salah satu sudut ruangan. Kita bertiga dipersilakan duduk di ruang tamu. Seorang petugas yang mengenakan chappan dan doppi -coat panjang dan peci khas Uzbekistan-, menghidangkan seteko teh panas dan empat cawan yang diatur di atas meja.
“Assalamualaikum,” sambut Imam Eshonqulov ramah.
“Wa’alaykum salam. Kaifa hal?” tanya Lambang dalam bahasa Arab.
“Alhamdulillah, bi khair. Tafadhol,” jawabnya sambil mempersilakan duduk.
Imam besar lulusan Madinah yang masih berusia 40-an ini terlihat sangat senang. "Beri tahu saya kalau ada yang dibutuhkan dalam penulisan buku itu. Semoga Allah memberikan keberkahan," katanya.
Ketika ia menyebutkan kata keberkahan, hati saya berdenting. Itu adalah doa. Tak hanya itu. Ia juga mempersilakan saya dan Lambang masuk ke dalam makam Imam Al Bukhari.
Tentu saja saya bahagia sekali dan merasa terhormat karena ruangan dalam makam itu hanya dibuka untuk tamu-tamu negara atau tamu penting lainnya.
Hanya orang-orang yang mendapat izin dari Imam besar yang diperbolehkan masuk ke dalam ruangan yang selalu terkunci itu. Pengunjung lainnya hanya diperbolehkan berdoa dari luar.
Makam Imam Bukhari (Uttiek M Pandji Astuti)
Posisi makam ini berada di bawah bangunan berbentuk persegi empat dengan kubah biru yang sangat indah. Kita harus menuruni sekitar 10 anak tangga.
Petugas lalu membuka gembok yang terpasang di pintu. Terlihat karpet warna hijau menutupi seluruh lantai. “Ma’am,” petugas itu memberi isyarat tangan supaya saya segera masuk.
Bergegas saya dan Lambang mendekat, diikuti tatapan mata kerumunan pengunjung yang penasaran. Siapa “orang penting” yang diizinkan masuk ini? Begitu kita masuk, petugas langsung menutup pintu dari dalam.
Nisan Imam Bukhari tepat berada di tengah ruangan. Terlihat sederhana berselimut kain hijau yang bertuliskan ayat-ayat Alqur’an.
Saya segera menunduk takzim, “Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu… .”
Saat menderaskan doa, sudut mata saya terasa hangat. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan menjadikan kuburnya seindah taman surga.
Sang Imam terlahir dengan nama lengkap Abū ‘Abd Allāh Muḥammad ibn Ismā‘īl ibn Ibrāhīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-Ju‘fī al-Bukhārī.
Orang-orang lebih mengenalnya sebagai Imam Bukhari. Sebutan Bukhari merujuk pada kota tempat kelahirannya di Bukhara, 13 Syawal 194 Hijriah (21 Juli 810 Masehi).
Di usia enam tahun, ia telah meninggalkan Bukhara menuju Mekkah dan Madinah untuk belajar agama. Lalu ke Kufah, Baghdad, Mesir, Damaskus, Homs, dan banyak negeri lain yang disinggahinya.
Sepanjang perjalanannya itu, ia menemui 80.000 perawi hadis. Tak kurang satu juta hadis dihafalnya.
Dari satu juta hadis, sekitar 7.275 disahihkannya ke dalam kitabnya yang fenomenal, Al Jami'al-Shahih Al Musnad min Haditsi Rasulullah SAW atau yang lebih dikenal Shahih Bukhari.
Karyanya terbagi dalam 97 kitab dan 3.451 bab, yang hingga kini masih menjadi rujukan utama.
Berada di depan nisan Imam Bukhari di musim dingin ini, sungguh terasa hangat di hati.
Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang |FB @uttiek_mpanjiastuti |www.uttiek.blogspot.com