Ahad 31 Mar 2019 12:19 WIB

Hidup Damai, Siaplah Perang: Kenaifan Negara tak Bermusuh

Ingin hidup damai harus bersiap perang.

Pasukan Gurkha melakukan sweeping dalam pertempuran 19 Movember 1945 di Surabaya.
Foto: Google.com
Pasukan Gurkha melakukan sweeping dalam pertempuran 19 Movember 1945 di Surabaya.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Sis Vacem, para bellum, (Bila kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang). Kutipan peribahasa  Latin ini usai debat presiden semalam kembali bermunculan di media sosial. Mereka yang paham dan berminat pada dunia militer pasti paham soal ini.

Banyak laman di media daring menulis soal peribahasa yang tak diketahui persisnya siapa yang menciptakan peribahasa Latin tersebut. Tapi banyak yang percaya, yang dahulu mengucapkan sumbernya adalah dari pemikir strategi militer zaman Romawi. Konon itu kalimat muncul dari Publius Flavius Vegetius Renatus, pada tahun 400 M. Dari buku yang ditulisnya, De re militari, dia berucap secara lengkapnya begini:

“Qui desiderat pacem, bellum praeparat“ (“Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang“). Tapi ada juga yang menyebut ide kutipan dia sebenarnya sudah ada jauh-jauh hari, yakni semenjak zaman Plato di Yunani Kuna.

Dan, memang meski sudah melintasi zaman, kata itu masih berlaku sampai sekarang. Orang mungkin lupa bila dahulu pasukan Hitler Jerman justru menyerbu Uni Soviet tak lama setelah kedua negara menandatangi perjanjian damai. Bahkan, awalnya Stalin tak percaya bila ada serbuan pasukan Jerman itu. Dia kecele besar!

Akibat kelengahan Stalin di bayar sangat mahal. Maka kemudian munculah perang di negara itu. Kota indah di Rusia, St Peterburg yang didirikan oleh Peter yang Agung pada tahun 1703 tersebut menjadi porak poranda. Saat itu kota yang pernah jadi ibu kota negara Kekaisaran Rusia dikepung raat oleh pasukan Nazi Jerman. Perang besar kini muncul lagi mengulang berbagai perang besar di Rusia yang  terjadi pda berbagai waktu sebelumnya, misalnya perang di tahun 1917 saat Uni Soviet baru saja berdiri sebagai negara di bawah rezim proletarian.

Maka, kala itu kota St Petersburg, akibat diserbu pasukan Nazi terkepung berbulan-bulan. Ada catatan yang mengatakan kota ini terkepung selama 882 hari oleh Jerman, yakni sejak September 1941 hingga 27 Januari 1944 sebelum bisa dibebaskan oleh tentara Rusia. Kegagalan Nazi merebut Rusia mirip kegagalan Prancis di zaman Napoleon yang juga terusir oleh rakyar Rusia, meski ada juga yang menyebut pasukan Napoleon kalah karena mereka frustasi akibat musim dingin yang berkepanjangan. Salju kala itu menjadi lebih tebal sehingga pasukan susah lewat.

Memang pasukan Napoleon ketika hendak menyerbu Rusia, saat itu mengalami musim dingin berlangsung lebih panjang dari waktu biasanya. Ini terjadi karena ada perubahan iklim yakni adanya letusan sangat dahsyat dari sebuah gunung berapi yang ada di Sumbawa: Gunung Tambora. Saking dahsyatnya, abu vulkaniknya sampai menutup atmosfir dalam berapa lama sehingga sinar matahari redup dan membuat musim dingin yang kala itu  tengah terjadi di Rusia bertambah panjang dari biasanya.

Untungnya, meski pemimpin Rusia kala itu lalai menyiapkan pertahanan negaranya, warga Rusia tetap tak patah semangat. Mereka terus bertahan dan bangkit melawan. Dan meski penderitaannya ditebus luar biasa mahal. Khusus untuk perang melawan Nazi Jerman di St Petersburg, selain wilayahnya menjadi porak poranda, setidaknya 1.500.000 jiwa melayang akibat perang itu. Dan tak hanya meregang nyawa akibat perang, tapi banyak sekali rakyat di St Petersburg yang meninggal karena kelaparan dan kekurangan gizi.

Dahulu soal penyerbuan mendadak Hitler ke Rusia ini dibuat film ‘Attack of Leningrad’. Versi Hollywood yang lebih baru adalah film ‘Enemy at The Gate’, dan juga banyak film lainnya misalnya sekilas ada pada sebuah film yang diperankan Brad Pitt. Kota St Petersburg kemudian sesuai perang ini sempat diganti dengan sebutan Leningrad. Rezim Rusia pimpinan Stalin waktu itu sempat membanggakan diri bahwa kemenangan mengusir Jerman adalah atas restu dari bapak Uni Sovyet, Lenin. Padahal pada awalnya karena elitnya abai karena mereka anggap Jerman itu tulus hati seputih mata anak domba karena sudah teken perjanjian damai. Mereka tak sadar perang bisa terjadi kapan dan sebab apa saja.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement