Hari Ahad, 7 April 2019 nampaknya adalah salah satu hari yang bersejarah di bumi Nusantara. Konon kabarnya kegiatan kampanye pasangan Prabowo-Sandi hari itu menjadi kampanye terakbar (terbesar) dalam sejarah negeri ini.
Kebetulan pula saya sedang berada di Tanah Air. Dan keberadaan saya itu didengar pula oleh teman-teman penyelenggara kampanye akbar itu. Maka saya pun mendapat kehormatan untuk hadir. Bahkan dijadwalkan untuk ikut memberikan orasi dalam kampanye terbuka itu.
Sehari sebelum kampanye saya berada di kampung halaman, Makassar. Di Makassar sendiri saya mengisi beberapa acara, di antaranya tabligh akbar bersama Bapak Tamsil Linrung. Beliau saat ini sedang berupaya untuk pindah dari posisi sebagai anggota DPR RI menjadi anggota DPD pemilihan daerah Sulawesi Selatan.
Selain itu saya juga kembali mendapat kehormatan memberikan ceramah hikmah Isra’ Mi’raj dalam rangka Harlah Muslimat NU ke-73 di Universitas Islam Makassar. Kegiatan ini sendiri memiliki makna spesial bahwa masanya umat ini mampu keluar dari batas-batas sempit itu ke wilayah yang lebih luas.
Artinya sebagai tamatan pesantren Muhammadiyah dan kader Muhammadiyah saya tidak perlu sungkan dan ragu untuk hadir dalam acara-acara Nahdhotul Ulama. Karena saya sadar bahwa keduanya, dan semua ormas Islam Ahlussunnah waljamaah memperjuangkan hal yang sama. Yaitu lii’laa Kalimatil Haq. Untuk kemuliaan Islam dan umat.
Mengejutkan sebagian kalangan
Kehadiran saya di kampanye Prabowo Sandi, apalagi berada di panggung kehormatan dan dijadwalkan untuk memberikan orasi, sudah tentu mengejutkan sebagian kalangan. Pasalnya di pilpres yang lalu saya terbuka mendukung pasangan Jokowi-JK.
Keterkejutan itu tentu biasa dan alami. Ada beberapa penilaian yang selama ini dikaitkan dengan tokoh-tokoh di balik kampanye akbar itu. Termasuk pemimpin FPI, Al-Habib Riziq Syihab dan tokoh-tokoh alumni 212. Seolah mereka adalah tokoh-tokoh ekstrim, sementara saya adalah sosok moderat yang senang membangun kerja sama dengan komunitas non-Muslim.
Maka hadir di sebuah perhelatan akbar yang dikomandoi oleh ulama-ulama dan Habaib 212 itu nampak seperti sesuatu yang paradoks. Sebelum merespon keterkejutan-keterkejutan itu, saya juga ingin tegaskan bahwa keputusan saya untuk hadir di kampanye akbar Prabowo-Sandi tidak sama sekali akan mengubah hubungan pertemanan dengan mereka yang memilih paslon lain.
Percayalah pilpres itu musiman. Ukhuwah dan kesatuan itu abadi.
Karenanya hubungan dan komunikasi dengan teman-teman yang memilih paslon lain tetap terjaga. Beda pilihan itu disebabkan perbedaan ijtihad politik yang berdasarkan penilaian-penilaian yang sangat manusiawi.